Kupi Beungoh

Meretas Makna di Balik Gelar Pendidikan Tinggi dalam Dinamika Profesi dan Pergulatan Makna Hidup

Lebih dari itu ia adalah perjalanan panjang yang menuntun manusia menelusuri kedalaman batin dan menemukan keheningan jiwa yang sejati.

Editor: Agus Ramadhan
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr Aishah MPd. 

Ajaran Islam menempatkan hati (qalbu) bukan hanya sebagai pusat perasaan, tetapi pengatur utama kesejahteraan jiwa.

Hati yang sehat adalah yang mampu mengenali, menerima, dan memaafkan, sehingga ia menjadi pelindung jiwa dari kerusakan yang bisa timbul akibat pengaruh negatif akal dan nafs yang tidak terkendali. Kondisi ini disebut sebagai hati yang “mutmainah” yaitu hati yang tenang dan damai, yang menjadi sumber kekuatan spiritual paling hakiki.

Dari mana ini didapatkan, tentu saja dari pendidikan, pendidikan yang mendalam. Ketenangan jiwa ini bukan sesuatu yang mudah diraih, tidak cukup hanya dengan belajar dan ujian sekali atau dua kali. Bahkan bagi orang-orang yang tampak religius dengan identitas eksternal memakai atribut muslim, belum tentu telah mencapai derajat qalbu mutmainah.

Ini adalah wilayah para terpilih yang telah melalui perjalanan panjang pengendalian diri dan pembinaan hati dengan penuh kesadaran serta ketulusan.

Dalam konteks gelar atau pendidikan tinggi adalah sarana untuk mengasah akal dan menuntun hati pada kebijaksanaan.

Pendidikan tidak membuat jiwa menjadi keras atau sombong, melainkan justru mengarahkan pada kelembutan perasaan, kasih sayang yang tulus, serta sikap bijak yang mampu merangkul perbedaan dan mengatasi keterbatasan yang ada.

Proses pendidikan adalah proses menyeimbangkan antara berfikir logis dan bersikap penuh perasaan, menjadikan ilmu sebagai jalan menuju pengembangan diri yang holistik.

Inilah inti yang terkadang terlupakan dalam hiruk pikuk dunia pendidikan dan pekerjaan.

Segala capaian intelektual hanya bermakna ketika mampu membawa pribadi kepada kedamaian hati dan kebermanfaatan bagi orang lain. Menjadi cendikiawan yang madani, manusiawi dan spiritual. 

Kacamata bijaksana ini mengingatkan kita semua, bahwa kesuksesan hakiki bukan diukur oleh gelar dan jabatan, melainkan oleh kedalaman jiwa dan kualitas hati yang senantiasa membawa kedamaian dan keseimbangan sejati. (*)

*) PENULIS adalah Lulusan Doctoral Universitas Pendidikan Indonesia.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved