Kupi Beungoh

Redenominasi: Tiga Nol Syahid, Uang Gelap Tersesat di Jalan Terang

Redenominasi rupiah bukan lagi soal menulis angka lebih mudah, ini adalah alat untuk mengembalikan martabat ekonomi bangsa.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
Dr. Muhammad Nasir, Dosen Magister Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe; Peneliti Sosial Kemasyarakatan; Pembina Yayasan Generasi Cahaya Peradaban. 

Tidak ada teknologi yang mampu menutup celah kegagalan tata kelola jika keteladanan moral pejabat publik absen. 

Kepercayaan masyarakat bergantung pada integritas pembuat kebijakan. Apresiasi terhadap langkah-langkah Purbaya memang wajar, namun harus diiringi pengawasan publik, audit independen, dan transparansi penuh. 

Kepemimpinan yang tegas, konsisten, dan jujur adalah penopang terpenting agar proses ini tidak disalahgunakan atau dipolitisasi.

Uang Baru, Budaya Baru

Redenominasi adalah panggilan moral dan teknis: uang baru lahir dari budaya baru. 

Jika hanya mengganti nominal tanpa mengubah perilaku, kita menukar selembar kertas dengan selembar tipu daya. 

Namun jika disertai digitalisasi, regulasi kripto jelas, KYC/AML kuat, sosialisasi cerdas, dan keteladanan moral, redenominasi menjadi revolusi integritas.

Masyarakat harus menuntut transparansi, pelaku bisnis berpihak pada kepatuhan, penegak hukum cepat dan adil, serta pengelola kebijakan menempatkan kemaslahatan rakyat di atas kepentingan sempit. 

Saat itu terjadi, uang yang dulu tersesat di ruang gelap dipaksa kembali ke terang, menegakkan disiplin fiskal, integritas ekonomi, dan keadilan publik.

Nol Syahid, Martabat Bangsa

Kita berdiri di persimpangan: melanjutkan kebiasaan lama atau menata ulang ekonomi dengan keadilan dan moralitas. 

Seperti kata tokoh fikih Yusuf al-Qaradawi: "Keberkahan harta tidak diukur dari banyaknya, tetapi dari kesucian dan kejujuran dalam mengelolanya."

Redenominasi, bila dijalankan dengan kecerdasan dan integritas, bukan sekadar menghapus nol, tetapi menata ulang rupiah, menjerat uang gelap, menumbuhkan kepercayaan publik, dan menegakkan martabat bangsa. 

Saat angka baru muncul, moral, integritas, dan keadilan ekonomi ikut menata ulang Indonesia, menuju jalan terang yang telah lama dinanti. Wallahu’alam bissawab.

 

*) PENULIS adalah Dosen Tetap Program Studi Keuangan Islam Terapan, Politeknik Negeri Lhokseumawe; Peneliti Sosial–Kemasyarakatan; Penulis Buku Perbankan dan LKS; dan Pembina Yayasan Generasi Cahaya Peradaban.

KUPI Beungoh adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel  menjadi tanggung penulis.

Baca artikel Kupi Beungoh lainnya di SINI.

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved