Kupi Beungoh

Redenominasi: Tiga Nol Syahid, Uang Gelap Tersesat di Jalan Terang

Redenominasi rupiah bukan lagi soal menulis angka lebih mudah, ini adalah alat untuk mengembalikan martabat ekonomi bangsa.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
Dr. Muhammad Nasir, Dosen Magister Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe; Peneliti Sosial Kemasyarakatan; Pembina Yayasan Generasi Cahaya Peradaban. 

Sanering memangkas daya beli drastis, sedangkan redenominasi hanya menyederhanakan angka tanpa mengubah nilai riil. 

Seribu rupiah lama menjadi satu rupiah baru, tetapi daya beli tetap sama. 

Kesalahan terbesar bukan angka, melainkan persepsi publik. 

Pemahaman yang tepat membuat angka baru menegaskan disiplin moneter dan integritas fiskal, bukan menimbulkan kegaduhan psikologis.

Baca juga: Wacana Redenominasi Rupiah Kembali Mencuat, Ini Daftar Negara yang Pernah Melakukan Redenominasi

Pelajaran dari Dunia

Sejarah mencatat kegagalan Indonesia di awal kemerdekaan karena inflasi tinggi, fiskal lemah, dan rendahnya kepercayaan publik. 

Pengalaman dunia memberi pelajaran penting. Turki (2005) berhasil melakukan redenominasi karena inflasi terkendali, fiskal stabil, dan sistem pembayaran digital siap. 

Brasil (1994) dan Polandia (1995) sukses berkat sosialisasi bertahap dan kesiapan infrastruktur keuangan modern.

Sebaliknya, Venezuela (2018) gagal karena inflasi meroket, tata kelola buruk, dan sosialisasi publik gagal total. 

IMF dan World Bank menegaskan, redenominasi hanya berhasil bila stabilitas ekonomi, digitalisasi sistem pembayaran, dan komunikasi publik berjalan efektif. 

Sekali lagi, kesalahan terbesar bukan angka, tetapi persepsi keliru.

Baca juga: Belajar dari Asing, Redenominasi Tak Selalu Manis, Turki Sukses, Zimbabwe Justru Berujung Kegagalan

Uang Gelap: Ancaman Nyata dan Moral

Ketika semua uang lama harus ditukar melalui perbankan resmi, pemilik dana gelap menghadapi dilema: biarkan uang hangus atau bawa ke perbankan dan jelaskan asal-usulnya. 

Di sinilah KYC (Know Your Customer) dan AML (Anti-Money Laundering) bekerja: verifikasi identitas, penelusuran sumber dana, dan pelaporan transaksi menciptakan jejak yang tidak disukai ruang gelap.

Ancaman nyata muncul ketika uang gelap mencoba melarikan diri ke aset digital anonim, seperti kripto atau stablecoin. 

Tanpa regulasi kripto yang jelas dan kerja sama internasional, operasi pembersihan moneter bisa sia-sia. 

Redenominasi tanpa regulasi kripto dan forensik digital adalah langkah setengah jadi, bahkan berisiko.

Baca juga: Redenominasi Rupiah Kapan Diterapkan? Purbaya: Itu Urusan BI, Jangan Gue yang Digebukin

Resiko Praktis dan Solusi Cardas & Terukur

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved