Pojok Humam Hamid

Benny K Harman dan MoU Helsinki: Dari Empati ke Sinisme Sarkastik

Kalimat “Jangan sedikit-sedikit Helsinki, dua puluh tahun ini bikin apa?” mungkin dimaksudkan sebagai kritik, tetapi juga mengandung bahaya

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Menolak sejarah berarti berjalan dalam gelap sambil meyakinkan diri bahwa arah yang kita tempuh pasti benar.

Baca juga: VIDEO Anggota DPR RI Benny K. Harman Pertanyakan Penggunan Dana Otsus Aceh Selama 20 Tahun 

Tradisi Menghormati Perjanjian Damai

Di Aceh, MoU Helsinki bukanlah dokumen administratif.

Ia lahir dari darah, air mata, dan kelelahan kolektif.

Ia membuka pintu bagi otonomi politik, stabilitas keamanan, rekonstruksi sosial, dan peluang ekonomi.

Ia adalah fondasi psikologis bagi sebuah masyarakat yang berhasil keluar dari salah satu babak paling gelap dalam sejarah kekerasan Indonesia modern.

Karena itu, ketika ada yang berkata, “Jangan sedikit-sedikit Helsinki,” yang terdengar bukan nasihat politik matang, melainkan keengganan intelektual untuk mengakui bahwa ada peristiwa sejarah yang memang harus diulang terus.

Pengulangan itu bukan untuk terjebak nostalgia, tetapi agar kita tidak mengulang kebodohan kolektif yang sebelumnya membawa kita pada perang.

Dunia memiliki tradisi menghormati perjanjian damai besar.

Tidak ada politisi Jerman yang menyuruh bangsanya “jangan sedikit-sedikit Marshall Plan”--karena tanpa itu, Jerman akan tenggelam dalam lumpur kemiskinan dan ekstremisme.

Tidak ada pemimpin Irlandia Utara yang berkata, “Jangan sedikit-sedikit Good Friday Agreement”--karena tanpa itu, darah akan kembali mengalir di jalan Belfast.

Tidak ada pemikir serius yang mencibir Dayton Accord sebagai “alasan lama”--karena tanpa itu Serbia, Kroasia, dan Bosnia Hercegovina masih terus berperang sampai hari ini.

Mengapa?

Karena perjanjian damai adalah penyegel runtuhnya logika kekerasan.

Ia adalah legitimasi moral dan politik.

Ia adalah pagar yang menjaga agar sebuah bangsa tidak kembali ke jurang yang sama.

Evaluasi Otsus, Bukan MoU

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved