KupiI beungoh

Undang Undang Pemerintahan Aceh Digoyang, Alam Aceh Pun Gelisah

Jika revisi ini keliru arah, maka yang paling dulu merasakan getirnya adalah ekosistem Aceh.

Editor: Saifullah
Serambinews.com/HO
KUPI BEUNGOH - Ir M Nasir, SHut, MSi selaku praktisi lingkungan hidup dan juga Ketua Yayasan Inisiatif Berkelanjutan Indonesia mengupas soal revisi UUPA. 

Sebab MoU itu bukan sekedar dokumen politik, bukan pula catatan teknokratis yang dapat dirumuskan ulang.

MoU adalah kesepakatan martabat, lahir dari luka sejarah, perjuangan panjang dan komitmen Pemerintah Indonesia serta GAM untuk mengakhiri konflik secara “damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat bagi semua”.  

MoU Helsinki memberi Aceh ruang yang sangat jelas: kewenangan luas dalam seluruh sektor publik; hak mengelola sumber daya alam hingga 70 persen; hak menetapkan pajak daerah; hingga hak memiliki simbol wilayah seperti bendera, lambang, dan himne. Aceh diberi ruang untuk mengurus tanah sendiri, menata kekayaannya sendiri, dan menjaga alamnya sendiri. 

Revisi UUPA ini harus menjadi penegasan, bukan pelunturan terhadap semangat perdamaian dan kemandirian Aceh. Bila itu terjadi, bukan hanya rakyat yang kehilangan arah alam pun akan semakin gelisah.

Marwah Aceh Ada di Alamnya

Setiap jengkal hutan yang hilang, mangrove yang ditebang, gambut yang dikeringkan, membawa Aceh lebih dekat ke bencana alam yang sama sekali tidak memandang siapa pejabat dan siapa rakyat.  

Kepada para pengambil kebijakan, kita berharap memastikan revisi UUPA memperkuat, bukan mengurangi kewenangan Aceh dalam menjaga lingkungan, memasukkan instrumen “ekonomi hijau” sebagai sumber PAD masa depan, membangun mekanisme pengawasan dan pelibatkan masyarakat lokal, dan memastikan setiap keputusan selaras dengan MoU Helsinki sebagai kompas moral Aceh.

Aceh pernah berdiri tegak karena alamnya, pesisir Aceh menjadi benteng sejak zaman kesultanan.

Hutan Aceh menjadi penyelamat ketika gelombang konflik menggulung. Alam Aceh selalu bersama kita maka kita pun harus bersamanya.

Karena pada akhirnya, ketika politik berubah dan regulasi bergeser, hanya alam yang tetap menjadi penopang kehidupan. Ketika UUPA digoyang, alam Aceh pun berhak bersuara.(*)

*) PENULIS adalah praktisi lingkungan hidup/Ketua Yayasan Inisiatif Berkelanjutan Indonesia.

  • KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

 

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved