Kupi Beungoh
Mahar Nikah, Standar Rupiah atau Emas?
Di Aceh, sudah menjadi tradisi kalau mahar pernikahan itu menggunakan emas.
Jadi mahar tetap harus ada walaupun tidak dibayar dengan tunai.
Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah, maka pihak wanita berhak mendapatkan mahar yang sesuai dengan wanita semisal dirinya.
Kita perlu mengulang bahwa sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal.
Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi sehingga menjadikan kendala bagi yang mau menikah dan dikhawatirkan terjadinya perbuatan “fahisyah“ (keji atau jelek seperti zina).
• Kasus Amuk Massa Dua Pria Asal Medan yang Mencuri di Pasar Lambaro, Aceh Besar, Seorang Dibebaskan
Untuk mahar itu sejatinya tidak menjadikan emas sebagai standar, bisa jadi rupiah atau sesuatu yang berharga lainnya.
Kita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syari’at Islam.
Namun Islam menganjurkan agar meringankan mahar.
Sedangkan, mengenai batas minimal mas kawin, para ulama mengatakan bahwa berapa saja jumlahnya selama itu berupa harta atau hal lain yang disamakan dengan harta dan disetujui serta direlakan oleh si calon mempelai wanita, maka hal demikian boleh-boleh saja.
Kita tidak terpaku dengan kebiasaan yang membuat mudharat dan semakin membebankan diri, dan kebiasaan tersebut haruslah sesuai dengan kondisi dan waktu, kita boleh mengikuti kebiasaan tapi jangan sampai menjadi beban untuk manjalankan sunnah Rasul sehingga maksiat lebih menonjol.
Perbedaan daerah di Aceh tentu memiliki adat yang berbeda, di Aceh secara umum diputuskan secara musyawarah kedua belah pihak calon mempelai, sehingga mahar di Aceh lebih identik dengan kondisional.
Menikah tidak hanya diukur dari kesiapan materi berupa mahar yang tinggi, tapi tentang tanggung jawab dunia dan akhirat.
Mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a'lam bissawab. (*)