Luar Negeri
Virus Jenis Baru Bunny Ebola Telah Menyebar di Seluruh Amerika, Serang Ribuan Kelinci Hingga Mati
Meskipun virus ini tidak berhubungan dengan Ebola, namun penyakit ini ditandai dengan pendarahan menyebabkan lesi pada organ dan jaringan kelinci.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Mursal Ismail
Meskipun virus ini tidak berhubungan dengan Ebola, namun penyakit ini ditandai dengan pendarahan menyebabkan lesi pada organ dan jaringan kelinci.
SERAMBINEWS.COM – Wabah saat ini seakan tak habis-habisnya menyerang dunia.
Selain pandemi virus corona yang telah menginfeksi jutaan orang, ada virus Ebola yang telah menjangkiti belasan orang di Kongo.
Yang terbaru, peneliti asal China mengungkapkan virus jenis baru ‘G4’ yang merupakan strain dari virus Flu Babi atau H1N1.
Tak berhenti di situ, wabah baru kembali ditemukan di Amerika Serikat, negara yang mengonfirmasi kasus tertinggi virus corona secara global.
Virus baru yang diklaim lebih mematikan daripada virus corona telah menyebar ke seluruh Amerika Serikat.
Virus itu telah membunuh ribuan kelinci lokal dan kelinci liar lainnya di Barat Daya negara itu.
• Temukan Flu Babi Jenis Baru, Peneliti Cina Sebut Bisa Menjadi Pandemi Global
• Virus Flu Babi Baru G4 Berpotensi Jadi Pandemi, Ini 7 Alasannya: Bisa Menular Via Droplet
• Jadi Ancaman Mematikan, Apa Beda Virus Ebola dengan Virus Corona? Ini Penjelasan WHO
"Kami menyebutnya sebagai ‘Bunny Ebola’ (kelinci Ebola),” kata dokter Hewan Texas, Dr Amanda Jones, dikutip dari New York Post, Kamis (2/7/2020).
Ia menyebutkan nama resminya adalah kelinci penyakit virus hemoragik (RHDV2).
Jones mengungkapkan, meskipun penyakit ini tidak berhubungan dengan virus Ebola, namun penyakit yang ditandai dengan pendarahan menyebabkan lesi pada organ dan jaringan kelinci.
Oleh karena bisa menyebabkan pendarahan secara internal dan kematian.
Dikatakan, yang lebih aneh lagi, banyak dari hewan yang terkena infeksi, hidung mengalami pendarahan saat dilakukan post-mortem.
"Kami masih tidak tahu dari mana asalnya (virus itu)," kata Ralph Zimmerman, dokter hewan negara bagian New Mexico.
• Bisa Obati Virus Corona, Amerika Serikat Borong Hampir Semua Persediaan Obat Covid-19 Remdesivir
• Korban Meninggal Covid-19 Lebih dari 500.000, WHO Sebut Pandemi Virus Corona Tidak Akan Berakhir
• WHO Peringatkan Dunia Bakal Kekurangan Konsentrator Oksigen Saat Kasus Covid-19 Capai 10 Juta
Namun, sejak April, Departemen Pertanian AS (USDA) telah mengkonfirmasi kasus RHDV2 di Arizona, California, Colorado, Nevada, Utah, Texas dan New Mexico.
Hampir 500 kelinci di New Mexico terinfeksi antara bulan Maret hingga Juni.
Virus RHDV2 dapat menyebar melalui darah, kotoran dan urin.
Virus ini diyakini lebih menular dan lebih mematikan daripada virus corona.
Dalam laporan media lokal, tingkat kematian akbiat virus RHDV2 tercatat mencapai 90 persen dalam wabah saat ini.
Zimmerman menceritakan satu kasus, di mana seseorang kehilangan 200 kelinci karena penyakit ‘Bunny Ebola’ hanya dalam satu minggu.
• Ilmuwan China Temukan Virus Baru G4 EA H1N1, Dikhawatirkan Gelombang Pandemi Susulan
• Vaksin Ebola Dicoba ke Pasien Covid-19
• Empat Negara Eropa Sepakat Beli 300 Juta Dosis Vaksin Virus Corona
Dalam kasus serupa di New York City, virus yang menyerang kelinci itu memusnahkan lebih dari puluhan kelinci di Center for Avian and Exotic Medicine Manhattan.
"Kami mencoba melakukan tes CPR, tetapi kelinci-kelinci ini mati dalam beberapa menit," kata dokter hewan Lorelei D'Avolio, hal itu merupakan efek yang mengerikan dari Bunny Ebola.
"Kelinci-kelinci itu akan mengguncang, menjerit mengerikan dan kemudian mati." Ujarnya.
Sementara itu, virus RHDV2 tidak menginfeksi orang, kucing, atau anjing.
Namun, virus RHDV2 dapat menempel pada pakaian dan bulu.
Jadi, seseorang atau hewan peliharaan dapat dengan mudah membawanya pulang dan dapat dengan mudah menginfeksi atau menyebarkan virus.
• Amerika Borong Remdesivir untuk Obat Covid-19, Tiap Paket Dibandrol Rp 45 Juta
• Pandemi Corona Belum Reda, Kini Muncul Lagi Virus Ebola di Kongo, Apa Gejalanya?
• Perang Dengan Pandemi Covid-19 belum Berakhir, Wabah Ebola Baru Terdeteksi di Kongo
Tidak hanya itu, virus ini dapat hidup di permukaan selama 3,5 bulan pada suhu kamar dan dapat bertahan pada titik beku, serta suhu tinggi hingga 122 derajat selama satu jam.
Iterasi RHDV2 saat ini hanya melanda AS baru-baru ini, muncul di antara kelinci peliharaan di Ohio pada tahun 2018, sebelum kemudian muncul di negara bagian Washington pada musim panas 2019 dan New York City pada Februari lalu.
Di seluruh dunia, virus yang mirip dengan RHDV2 telah diamati di Perancis, Australia dan Kanada, dengan kasus pertama yang diketahui dilaporkan di China pada tahun 1984.
Namun, epidemi saat ini sangat memprihatinkan karena ini adalah pertama kalinya virus telah melompat dari hewan peliharaan ke kelinci liar, pikas dan kelinci.
• Kasus Infeksi Corona Global Tembus 10 Juta
• Jauh dari Kata Selesai, WHO Sebut Pandemi Virus Corona Telah Diperburuk oleh Politisasi
• Misteri Penyebaran Corona Hingga Jadi Pandemi Global Terkuak, Ternyata Akibat Kecerobohan China Ini
"Mendengarnya membakar populasi kelinci liar, yang tentu saja semakin menambah kekhawatiran kami," Eric Stewart, direktur eksekutif American Rabbit Breeders Association.
Saat ini, belum ditemukan obat atau vaksin untuk virus ini.
Kementerian Pertanian AS (USDA )sedang mengembangkan vaksin.
Namun, sepertinya vaksin itu belum selesai hingga akhir tahun ini.
"Ini adalah masalah baru yang ada di sini (AS)," kata Jones. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)