Opini

Nilai Tawar Aceh di Mata Jakarta

Sudah banyak ‘harga diri’ Aceh tidak dianggap, terutama pada masa Presiden Joko Widodo yang notabene pernah tinggal dan bertugas di Aceh Tengah

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Nilai Tawar Aceh di Mata Jakarta
FOR SERAMBINEWS.COM
HERMAN RN, Ketua Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (Adobsi) Provinsi Aceh, mengabdi di Universitas Syiah Kuala

Aceh sebagai Serambi Mekkah hanya tinggal isapan jempol dan kenangan semata.

Belum selesai persoalan tersebut, Menteri Dalam Negeri membuat gaduh Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara melalui pengalihan status empat pulau di perbatasan Aceh Singkil dengan Sumatera Utara.

Kasus empat pulau yang disebut-sebut menjadi milik Sumatera Utara itu muncul tiba-tiba seakan menjadi isu yang disengaja untuk membuktikan Aceh bakal dipersempit dari sisi kewilayahan, tidak dihargai dari sisi elite politik, dinafikan dari sisi penerbangan, dan dianggap anak kecil dari sisi kewenangan haji, bendera, dan lambang.

Semua ini terbukti di depan mata dan terjadi pada masa Pemerintahan Nova Iriansyah, putra Aceh yang sudah menjadi politisi nasional.

Ketika Aceh dipimpin oleh mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka, kondisi Aceh tidak begitu ‘kupakluyak’.

Oleh karena itu, sudah saatnya Mayjen (Purn.

) Achmad Marzuki memperbaiki citra Aceh di mata nasional.

Jika hal ini berhasil diperbaki oleh Pj Gubernur, tentu bukan hanya soal memperbaiki nilai tawar Aceh di mata nasional, tetapi juga mengembalikan citra nasional di mata orang Aceh bahwa Aceh tidak mesti selalu harus dipimpin oleh politisi lokal.

Politisi nasional pun bisa memimpin Aceh dan memperbaiki Aceh meski ‘uji coba’ tersebut belum berhasil pada masa pemerintahan Nova Iriansyah sebagai politis nasional.

Harapan ini adalah harapan masyarakat Aceh secara umum.

Semua orang Aceh tidak menginginkan lagi ada pertumpahan darah.

Namun, Jakarta semakin sering mengkhianati Aceh.

Peristiwa DI/TII sudah berakhir dengan damai.

Konflik Gerakan Aceh Merdeka sudah tuntas dengan damai.

Namun, senjata M16 yang dipakai oknum untuk menghabisi nyawa warga Indrapuri pada 12 Mei 2022 kemarin hingga kini belum ditemukan pihak keamanan.

Hal ini menjadi bukti bahwa perdamaian bukan berarti semua senjata masa konflik sudah tidak bisa berbunyi lagi.

Dengan amat sangat, mohon Pak Mayjen tidak membiarkan peristiwa- peristiwa kelam masa silam terulang kembali di Bumi Serambi Mekkah ini.

Peristiwa Indrapuri tahun 2022, kasus Din Minimi pada masa Gubenur Zaini Abdullah, merupakan secuil bukti bahwa senjata-senjata yang sudah dipotong pada masa MoU tahun 2005 tidak diketahui persis ke mana bangkainya.

Kadang di buang ke dalam hutan.

Kadang masih terselip di balik rumput, di bawah kaki kita.

Seperti kata wartawan Belanda, Zentgraaf, meskipun ditanam granat pada setiap helai rumput yang tumbuh di tanah Aceh, Aceh tidak pernah bisa dihancurkan.

Maka itu, tolong Pak Mayjen perbaiki nilai tawar Aceh di mata Jakarta.

Siapa tahu, Pak Mayjen bukan sekadar cocok menjadi Pj Gub Aceh, tetapi memang layak mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh pada periode mendatang.

Baca juga: Dilantik Hari Ini, Berikut Daftar Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju

Baca juga: Istana Sebut Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Segera Dilakukan: Hanya Soal Waktu

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved