Kupi Beungoh
Aceh dan Kepemimpinan Militer (V) - Alaiddin Riayat Syah, Sulaiman Agung, dan Laksamana Kortuglu
Di Istana Topkapi ada surat Sultan Aceh Alaiddin Riayat Syah, yang tersimpan dengan baik, kepada penguasa Ottoman pada masanya, Sultan Sulaiman Agung
Jatuhnya Melaka ke tangan Portugis memberikan keuntungan sekaligus tantangan bagi Alaiddin.
Di satu pihak Aceh diuntungkan karena mayoritas pedagang muslim merasa tidak nyaman dengan Portugis di pelabuhan Melaka.
Pelabuhan-pelabuhan Aceh yang sebelumnya ramai dikunjungi oleh berbagai kapal perdagangan, semenjak Melaka jatuh, menjadi semakin ramai merapat ke Aceh.
Pelabuhan Aceh kemudian menjadi semakin sibuk, dan menyaingi Melaka.
Bagi Portugis, Melaka tidak cukup.
Jika Aceh leluasa tumbuh dan berkembang di luar kontrolnya, maka itu adalah ancaman.
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (IV) - Alaiddin Riayat Syah, Sang Penakluk dan Armadanya
Hal ini tidaklah mengherankan, karena pada masa Mughayatsyah, Portugis telah berupaya “mengambil” Aceh, baik Daya, Pidie, dan juga Pasai, namun tetap saja gagal.
Defenisi musuh untuk Portugis yang diberikan oleh Mughayatsyah, kini berlanjut dan membara pada anaknya, Alaiddin.
Portugis bagi Alaidin adalah musuh dengan dua baju yang bertindihan, yang pertama musuh agama dan ideołogi, dan yang kedua adalah musuh perdagangan.
Untuk kedua posisi musuh ini Aceh tidak sendiri, karena ada sejumlah kerajaan Islam lain di Nusantara seperti Jepara di Jawa, dan Bijapur, berikut Alconda di India.
Posisi yang dipilih Aceh itu juga berlaku penuh untuk kerajaan Ottoman yang menguasai Mesir dan Laut Merah yang merupakan rantai perniagaan lada ke Eropa.
Mungkin Alaidin tidak membaca nasihat Sun Tzu, ahli strategi perang Cina kalsik yang hidup 500 tahun SM, tentang hukum dasar perang yang diembannya.
Namun apa yang dilakukannya persis seperti yang dianjurkan oleh SunTzu, ”kenalilah dirimu dan musuhmu dengan baik.”
Ia tahu kehebatan Portugis, dan ia juga tahu dengan baik seberapa besar kekuatan kerajaan Aceh.
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (I) - Dari Klasik Hingga Kontemporer
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (II) - Ali Mughayatsyah dan Efek Pygmalion
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (III) - Ali Mughayatsyah dan Detente 235 tahun
Kapitalisasi Kejatuhan Melaka