Kupi Beungoh
Antrean BBM di Aceh Ternyata tak Terjadi di Sumut, Aturan Diskriminatif yang Memiskinkan
Tim saya minta untuk berdialog dengan petugas SPBU dan sopir truk. Ternyata dari laporan tim, tak ada pembatasan dan antrian di Sumatera Utara.
Oleh: HM Fadhil Rahmi Lc MA *)
AWAL pekan lalu, saya dan tim keliling sejumlah kabupaten kota di pesisir timur Aceh. Tujuannya dalam rangka menyambangi masyarakat.
Dari Banda Aceh, kami menuju ke Samalanga, Bireuen. Kami singgah di Dayah MUDI Mesra dalam rangka Haul Abon Aziz. Bertemu dengan sejumlah tuan guru untuk menguatkan silaturahmi.
Di kesempatan itu, saya juga menyampaikan permohonan maaf dari Ustaz Abdul Somad (UAS) yang tidak bisa hadir ke lokasi acara karena padatnya agenda dakwah beliau di luar Aceh.
Saya menghabiskan waktu hingga sore di MUDI Mesra dan sempat berbincang-bincang lama dengan Abu Mudi, Abi Zahrul, serta pengurus dayah setempat.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Krueng Mane, Aceh Utara. Di Krueng Mane, saya berkesempatan bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Dari warung kopi ke warung kopi.
Topik yang dibahas hanya satu. Warga di daerah penghasil minyak dan gas (migas) itu kesulitan memperoleh BBM Subsidi, baik Pertalite maupun Solar.
“Antreannya Ustaz, panjang setiap hari,” keluh mereka.
Fakta ini sebenarnya bukanlah hal yang mengejutkan bagi saya.
Karena selama perjalanan dari Kota Banda Aceh ke Krueng Mane, antrean panjang truk solar (BBM Subsidi-red) dan angkutan umum terlihat dimana-mana.
Warga memohon agar saya dapat menyampaikan unek-unek ini ke publik dan pemerintah, sehingga didapat solusi atas krisis BBM subsidi yang terjadi di Aceh.
Setidaknya Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menambah kuota BBM Subsidi untuk Aceh.
Usai dari Krueng Mane, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Lhokseumawe dan bermalam di sana karena jarum jam sudah mendekati angka 12.
Selasa pagi, saya kembali bersilaturahmi dengan sejumlah warga di salah satu tempat di sana. Beberapa yang hadir, kebetulan adalah sopir truk pengangkut material.
Baca juga: Syech Fadhil Sentil Pusat di Sidang Paripurna: Aceh Penghasil Migas, Tapi Antrean BBM Dimana-mana
Baca juga: Mantan Honorer Aceh Tamiang Mengadu ke Syech Fadhil: Bantu Kami Pak, Ini Soal Sejengkal Perut
Dari awal pertemuan, saya sudah bisa menebak bahwa salah satu pembahasan adalah soal kelangkaan BBM subsidi, terutama solar.
Dan ternyata memang benar adanya.
Kota Lhokseumawe dikenal dengan sebutan Petro Dolar. Kota bekas kabupaten Aceh Utara ini pernah menjadi urat nadi nasional selama puluhan tahun lalu.
Dimana, pada dekade 1990-an, lumbung migas yang dikerok dari bumi Aceh Utara adalah penopang utama APBN saat itu.
Pembiayaan kebutuhan sejumlah provinsi dan kerja-kerja pemerintah pusat, semuanya berasal dari hasil migas bumi dari Aceh Utara atau Aceh. Ini fakta!
Penemuan ladang gas Arun mendapat perhatian besar dari pemerintah sehingga Presiden Soeharto kemudian meresmikan PT Arun Natural Gas Liquefaction Co. pada tanggal 19 September 1978.
Baca juga: 12 Peristiwa Masa Lalu Akhirnya Diakui Negara Sebagai Pelanggaran HAM Berat, 3 Tragedi Ada di Aceh!
Baca juga: VIDEO Viral Seorang Wanita Nyanyi dan Joget Didepan Pria dalam Pengajian
Kinerja ekspor dari PT Arun sangat tinggi dan berhasil merajai ekspor gas alam terbesar di dunia pada periode 90-an.
Dari banyaknya cadangan gas dan aktivitas kinerja ekspor tersebut, akhirnya Lhokseumawe mendapat julukan sebagai Kota Petro Dolar.
Kini migas di Aceh Utara dan Lhokseumawe hampir terkuras habis. Masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Mayoritas warga berprofesi sebagai nelayan, sopir serta berkebun.
Namun fakta yang menyedihkan lagi, hanya untuk bekerja, mereka harus antre berjam-jam lamanya guna memperoleh BBM Subsidi.
Pak Firdaus misalnya, salah seorang sopir di Lhokseumawe, dalam pertemuan dengan saya, mengaku menghabiskan waktu hampir 2 jam setiap harinya, hanya untuk antre BBM Subsidi jenis solar.
Waktu dua jam ini, harusnya ia bisa mengangkut tanah dua kali bolak-balik dari pengumpul ke pembeli.
Baca juga: Istri Sudah Pakai KB, Masih Mungkin Hamil? Begini Penjelasan Seksolog dr Boyke, PASUTRI Wajib Tahu!
Baca juga: VIDEO - 710 Pasukan Moskow Tewas Diserang Ukraina, Mayat Tentara Rusia Bergelimpangan Tutupi Jalan
Uang yang dihasilkan bisa memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan 4 orang anak usia sekolah.
Pak Firdaus merupakan orang-orang yang terzalimi dibalik krisis BBM sudsidi di Aceh.
Ada ratusan sopir lain yang menderita hal yang sama. Di sisi lain, mereka juga kepala keluarga yang harus memberi nafkah bagi keluarga.
Pengakuan miris para sopir ini membuat saya tidak bisa tidur nyenyak. Saya merasa berdosa jika persoalan ini terus terjadi.
Kami membahas soal kelangkaan BBM subsidi tak jauh dari bekas lokasi Arun.
Singkat cerita, kondisi yang sama juga dikeluhkan di Aceh Timur.
Karena keluhan ini yang saya dengar sepanjang jalan, saya menjadi penasaran apakah hal ini juga terjadi di Sumatera Utara? Kalau benar, maka ini adalah persoalan nasional.
Saya kemudian meminta tim untuk menempuh jalur darat ke Sumatera Utara. Tujuannya, agar bisa memantau kondisi di SPBU-SPBU Sumatera Utara.
Kami mulai singgah di SPBU-SPBU di Sumatera Utara. Baik di Pangkalan Brandan, Stabat, hingga ke Kota Medan.
Pemandangan di sana sangat bertolak belakang dengan kondisi di Aceh.
Tim saya minta untuk berdialog dengan petugas SPBU dan sopir truk. Ternyata dari laporan tim, tak ada pembatasan dan antrian di Sumatera Utara.
“Pakai barcode MY Pertamina dikasih 40 liter per hari. Sementara tanpa barcode dikasih bisa sampai Rp 300 ribu atau kira kira 44 liter.”
Padahal kalau bicara industri, harusnya Sumatera Utara lebih hidup dari Aceh.
Baca juga: Megawati Emosi saat Diperiksa soal Naga Merah dan Naga Hijau: Kami Dianggap Pengkhianat Negara
Baca juga: Jangan Suka Minuman Manis! Selain Kecanduan, Ini 6 Bahaya Lainnya Intai Wanita Kata dr Zaidul Akbar
Lantas kenapa di Aceh dibuat jauh lebih ribet dan kuota BBM subsidinya selalu pas-pasan?
Tidak bisakah pemerintah pusat, dalam hal ini BPH Migas, menambah kuota BBM subsidi bagi rakyat Aceh yang tanahnya puluhan tahun lalu merupakan penghasil migas terbesar di dunia?
Dalam catatan BPS, Aceh disebut sebagai daerah termiskin di Sumatera. Dan sekarang Aceh semakin dimiskinkan lagi dengan aturan aturan yang diskriminatif.
Semoga kondisi ini cepat terselesaikan.(*)
*) PENULIS adalah Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.