Salam
Aceh Jadi Pusat Operasi Pasukan Brimob I, Apa Kata MoU Helsinki?
Adapun bagian Indonesia barat menjadi wilayah operasi Pasukan Brimob I yang dipusatkan di Aceh. Pasukan Brimob I dipimpin Brigadir Jenderal Firli R Sa
Harian Serambi Indonesia edisi Ahad (12/3/2023) kemarin mewartakan bahwa Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri membentuk tiga satuan komando wilayah yang terdiri atas Pasukan Brimob I, II, dan III.
Komandan Korps Brimob Polri, Komjen Anang Revandoko mengatakan, wilayah operasi ketiga satuan baru ini terbagi dari Indonesia barat, Indonesia tengah, dan Indonesia timur.
Adapun bagian Indonesia barat menjadi wilayah operasi Pasukan Brimob I yang dipusatkan di Aceh. Pasukan Brimob I dipimpin Brigadir Jenderal Firli R Samosir.
Sedangkan, Pasukan Brimob II beroperasi di teritorial Indonesia tengah yang terpusat di Kalimantan Timur.
Salah satu fokus utama operasi Pasukan Brimob II adalah mendukung program pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ada di Kalimantan Timur.
Baca juga: Semestinya Kendaraan Dinas tidak Menunggak Pajak
Sedangkan Pasukan Brimob III beroperasi di Indonesia timur. Pusat operasi satuan ini berada di Timika, Papua.
Selain itu, Anang menjelaskan, peresmian tiga satuan baru ini merupakan hasil kajian lama pimpinan Polri. Tujuannya agar Korps Brimob menjadi lebih baik, cepat, dan profesional dalam melayani, melindungi, serta mengayomi masyarakat.
“Korps Brimob Polri yang memiliki tugas penanganan konflik, penanganan kelompok bersenjata yang bersifat lintas provinsi dan lintas negara, maka Polri perlu percepatan penanganan konflik di awal agar permasalahan tidak semakin melebar ke wilayah lainnya,” kata Anang.
Ia juga memastikan personel Korps Brimob akan hadir untuk masyarakat dan negara dengan didukung kemampuan yang profesional dan peralatan modern.
Menurutnya, hal ini diperlukan mengingat Indonesia akan memasuki tahun politik sehingga perlu adanya antisipasi dan respons yang cepat untuk menangani setiap permasalahan yang ada.
Langkah itu dilakukan belajar dari pengalaman penyelenggaraan pemilu sebelumnya.
“Polri pada tahun politik ini mengantisipasi lebih cepat dalam merespons serta melihat situasi jika ada potensi-potensi yang membahayakan dan bersifat mengancam masyarakat dan institusi,” demikian Anang.
Baca juga: Jangan Ada Lagi ASN yang Langgar Netralitas
Nah, jauh sebelum kebijakan ini diputuskan oleh pimpinan Polri, Nota Kesepahaman Damai antara Pemerintah Republik Indonesia (Pemri) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah menggariskan tentang pengaturan keamanan (security arrangement) di Aceh sebagai bekas wilayah konflik bersenjata.
Ada 12 item yang diatur pada bab keamanan ini. Salah satunya adalah Pasal 4.7 bahwa jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 14.700 orang. Sedangkan jumlah kekuatan polisi organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 9.100 orang.
Meski perdamaian Aceh sudah berlangsung 17 tahun lebih, tentunya tetap penting dan relevan mempertimbangkan dan mematuhi klausul ini sebagai bentuk penghargaan setiap elemen di Republik Indonesia terhadap MoU Helsinki.
Jangan sampai, ketika Aceh ditetapkan sebagai wilayah operasi pasukan Brimob I tahun ini, katakanlah karena alasan Indonesia memasuki tahun politik 2024 sehingga diperlukan pengamanan ekstra, lalu terjadi pengerahan pasukan Brimob ke wilayah Aceh dalam jumlah yang massif. Kalaupun pihak Polri menambah pasukan Brimobnya ke Aceh jumlahnya hendaklah tidak melebihi angka yang ditoleransi oleh Pasal 4.7 MoU Helsinki.
Bukan karena orang Aceh anti dan pernah punya pengalaman buruk dengan polisi anorganik atau BKO, misalnya dalam tragedi Simpang KKA, Arakundo, dan pembantaian Tgk Bantaqiah dan 54 muridnya di Beutong Ateuh, tapi lebih untuk mengingatkan dan mengajak institusi Polri pun harus ikut menghormati setiap klausul dalam MoU Helsinki, perjanjian damai yang telah mengakhiri konflik bersenjata di Aceh selama 29 tahun.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.