Kupi Beungoh
Realitas Pendidikan Aceh: Tertutup dan Kalah Saing, Apa Solusinya?
Sebagai wujud implementasi keempat keistimewaan tersebut, di Aceh terdapat Kompleks Keistimewaan.
Oleh : Cut Chusnul Agmeliani dan Wildia Ulfita Ladayani
Menurut UU Nomor 44 Tahun 1999, Provinsi Aceh mempunyai keistimewaan (otonomi khusus) dalam empat bidang.
Keempat keistimewaan Aceh adalah dalam bidang agama, pendidikan, adat istiadat dan peran ulama.
Sebagai wujud implementasi keempat keistimewaan tersebut, di Aceh terdapat Kompleks Keistimewaan.
Karena dianggap sangat penting, letak Kompleks Keistimewaan Aceh berada di jalan protokol T Nyak Arif dan bergandengan dengan Kompleks Kantor Gubernur Aceh.
Satu dari empat keistimewaan Aceh tersebut dalam bidang pendidikan. Artinya, Aceh berhak mengelola pendidikan secara otonom yang membedakannya dengan seluruh provinsi lain.
Sehubungan dengan itu, di Aceh terdapat lembaga pendidikan yang didanai oleh sumber keuangan daerah (APBA/APBK), yaitu Majelis Pendidikan Aceh (MPA), Dinas Pendidikan Dayah dan Dinas Pendidikan Aceh, selain Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM).
Tidak diketahui berapa banyak total dana yang sudah dihabiskan oleh instansi-instansi yang mengelola pendidikan itu. Namun, kenyataannya mutu pendidikan Aceh masih sangat rendah, sepertinya tak seimbang dengan dana yang sudah dihisap.
Dalam Mata Kuliah Studi Syariat Islam di Aceh di bawah asuhan dosen Hasan Basri M Nur, kepada kami ikut dibahani tentang kedudukan keistimewaan Aceh. Mata kami mulai terbuka setelah mengetahui kedudukan Aceh dalam sejumlah regulasi.
Kami pun diminta untuk melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait yang kompeten tentang kedudukan Aceh yang istimewa dalam kacamata Indonesia.
Kami bergerak ke kantor Majelis Pendidikan Aceh yang terletak di Kompleks Keistimewaan Aceh. Alhamdulillah, di kantor MPA ini, kami diterima Prof Dr Syahrizal Abbas MA, seorang guru besar yang biasanya hanya kami baca namanya di koran.
Dalam wawancara dengan kami, Prof Syahrizal mengatakan bahwa keistimewaan Aceh diatur operasionalnya oleh pemerintah daerah melalui qanun-qanun, seperti qanun Syariat Islam, Qanun Pendidikan Dayah dan Qanun Pendidikan.
Menurut Syahrizal, dalam pelaksanaannya banyak yang belum optimal. Salah satunya karena pada kenyataannya mutu pendidikan Aceh masih dapat dikatakan rendah.
“Kualitas mutu pendidikan kita masih jauh, posisi tidak paling bawah tetapi masuk dalam kategori bawah,” ungkap anggota Komisi Pendidikan Tinggi MPA itu ketika kami dari mahasiswa KPI UIN Ar-Raniry saat melakukan interview mengenai keistimewaan bidang pendidikan Aceh pada Jumat 22 September 2023.
“Padahal sudah ada qanun pendidikan, qanun dayah, qanun tentang MPA tapi mutu pendidikan kita belum cukup meningkat. Ini menunjukkan bahwa qanun yang diproduk oleh negara belum cukup optimal (dalam implementasinya),” sambung Prof Syahrizal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.