Kupi Beungoh
Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Yahudi, Pendidikan, Montasik, Peusangan, Meukek - Bagian V
Dalam dunia ilmu pengetahuan tidak ada prestasi yang lebih tinggi atau hebat, kecuali menjadi pemenang hadiah Nobel.
Oleh: Ahmad Humam Hamid*)
Dalam dunia ilmu pengetahuan tidak ada prestasi yang lebih tinggi atau hebat, kecuali menjadi pemenang hadiah Nobel.
Semenjak dimulainya pemberian penghargaan itu pada tahun 1901 oleh industrialis kaya Swedia, Alfred Nobel, sampai dengan hari ini tak kurang dari 992 orang telah mendapatkan piring emas 18 karat yang dilapisi emas 24 karat, sertifikat, dan hadiah uang masing-masing kurang lebih 1 juta dollar.
Apa yang menarik dari para pemenang Nobel itu distribusinya yang sangat mencolok kepada satu golongan kecil saja.
Dari total penerima nobel itu, tak kurang dari 218 orang adalah berdarah Yahudi. Mereka menjadi juara matematika, fisika, biologi, kimia, kedokteran, dan ekonomi.
Jumlah itu mungkin tak perlu dicari kenapa, kalau saja jumlah 218 itu dari negara Cina atau India, karena jumlah populasinya lumayan banyak.
Baca juga: Pat Aceh Ketika Indonesia Emas 2045? Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 - Bagian Pertama
Banyak yang tidak tahu para pemenang nobel mempunyai keragaman kebangsaan, umumnya di negara-negara Eropa- termasuk Rusia, Amerika Serikat, dan juga Israel, namun mempunyai darah dan keterurunan yang sama.
Mereka adalah kaum Yahudi. Jumlahnya sekitar 15,7 juta atau 0,2 persen dari total 8 milyar penduduk bumi hari ini.
Bayangkan Yahudi yang hanya “setitik” mendominasi “ belanga” 8 milyar manusia global sebagai sumber utama dari seluruh ilmu pengetahuan selama lebih dari satu abad.
Petanyaan yang tak pernah berhenti adalah kenapa mereka sangat dominan, dan berkelanjutan?
Apa rahasianya sehingga mampu mengalahkan Cina dan India yang dalam sejarah peradaban pernah mengalahkan Eropah sebelum tahun 1800?
Banyak para ahli yang membuat teori tentang “ kehebatan” Yahudi yang mampu mengambil setiap kesempatan untuk membuat mereka “eksis”, “kaya”, dan“berpengaruh”.
Yahudi bahkan mampu “mendikte” negara-negara besar, termasuk melahirkan negara Israel, dan mengalahkan hampir seluruh negara Arab pada perang Juni 1967.
Hari ini mereka berbuat “sewenang-wenang” di Rafah dan Gaza, membunuh ratusan ribu perempuan dan anak-anak, dan kemudian “memaksa” negara-negara besar untuk membuat dua stempel.
Baca juga: Aceh, Bihar, dan Ningxia? Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 - Bagian Kedua
Israel adalah “korban” kebiadaban Hamas, dan rakyat Palestina adalah “teroris”
Ada teori yang mengatakan Yahudi hebat dan berlanjut karena mereka adalah kaum “tertindas” selama ratusan bahkan ribuan tahun. Mereka dibunuh ,diusir, dibenci, dan dizalimi dengan semena-mena di semua tempat.
Perlakuan penindasan untuk Yahudi itu mendekati 2000 tahun, baik di kawasan Arab, Afrika Utara, maupun Eropa.
Kemampuan bertahan dari berbagai penindasan itulah yang membuat mereka “unggul” dan bahkan mengalahkan semua “ras” manusia yang ada dimuka bumi. Ini adalah “teori angkuh.”
Teori lain menyebutkan Yahudi memang bangsa yang dipilih “Tuhan”- sebagai bengsa “teuleubeh ateuh rueng donya”.
Teori ini berteman baik dengan sebagian kecil kaum “chauvinistik” di Aceh yang beranggapan orang Aceh hebat, walaupun pada kenyataannya hari ini”memalukan”.
Baca juga: Stunting Aceh dan Cerita Kecil Brazil - Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 Bagian Ketiga
Teori itu mengatakan ada DNA hebat dan pintar yang berlanjut dan tak berkenti yang membuat Yahudi hebat sampai hari ini.
Ini adalah semacam keyakinan yang dibangun oleh Hitler tetang DNA bangsa Jerman” Deutschland uber alles”-bangsa Arya diatas segalanya di dunia. Ini juga “teori sombong” yang tidak kalah salahnya dari “teori tertindas” dan ditolak mentah-mentah, bahkan ditertawakan oleh masyarakat ilmiah.
Penjelasan yang agak masuk akal tentang “kehebatan” Yahudi itu ditulis dalam sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 2012, dań terus menjadi diskusi panjang sampai hari ini.
Buku yang berjudul “The Choosen Few: How Education Shaped Jewish History 70-1492” -344 halaman, diterbitkan oleh Princeton University Press.
Buku yang dałam bahasa Indonesia nya berjudul “ Sedikit Yang Terpilih: Bagaimana Pendidikan Membentuk Sejarah Yahudi 70-1492”, ditulis oleh Maristela Botticini dan Zvi Eckstein.
Botticini adalah profesor ekonomi di Unversitas Bocconi, Milan, Italia, sementara Zvi Eckstein adalah mantan wakil gubernur Bank Sentral Israel 2008-2011, dan Dekan Fakultas Ekonomi kampus Reichman University di Herzeliya , Israel.
Dalam buku itu, kedua mereka memberikan prespektif baru tentang “kehebatan” dan “keberlanjutan” Yahudi selama hampir 2000 tahun.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 - IV: 1000 Hari Pertama, Belanja Sosial vs Investasi
Buku itu mengajukan sebuah pertanyaan besar tentang fenomena ekonomi dan warga perkotaan banyak kota-kota di Eropah dan sebagian dunia Arab pada ujung abad ke 15, tepatnya pada sekitar tahun-tahun sebelum 1492.
Mengapa Yahudi yang merupakan gugus demografi kecil-minoritas, di kawasan perkotaan Eropa dan Timur Tengah merupakan mayoritas pedagang, pengusaha, bankir, dokter, ahli hukum, pengacara, dan cendekiawan pada waktu itu ? Mengapa mereka menjadi “yang terpilih”?
Pertanyaan itu diajukan karena sejarah menyebutkan sebelum tahun 70 Masehi, kaum Yahudi adalah masyarakat agraris yang sebagian besar tinggal di kawasan Palestina dan Mesapotamia-Irak hari ini, dan di beberapa tempat lain di dunia Arab.
Belasan abad kemudian mereka menjelma menjadi masyarakat perkotaan yang tersebar di ratusan kota Eropa dan dunia Arab , dan sama sekali tak ada urusannya dengan kehidupan pertanian dan pedesaan.
Perobahan radikal apa, atau transformasi bagaimana yang telah membuat mereka berobah 360 derajat?
Botticini dan Eckstein menolak semua penjelasan tentang “keterpilihan” Yahudi yang dikaitkan dengan penindasan dan keunggulan ras.
Buku ini menjelaskan perobahan radikal itu dimulai ketika punahnya kota Jerusalem dan hancurnya Kuil Suci Yahudi akibat Perang Yahudi-Romawi Pertama pada 66-73 Masehi.
Perang itu mempersatukan banyak sekte Yahudi karena mereka takut budayanya akan hilang dan kelangsungan ras mereka menghadapi ancaman kepunahan. Apa yang harus dilakukan? Apa yang harus diprioritaskan? Apa yang akan menjadi sumber pemersatu?
Untuk menjamin keberlanjutan kehidupan ras Yahudi, para pemuka Yahudi, utamanya para “rabi”-pendeta Yahudi mengambil sikap sekaligus menyerukan kepada kaumnya untuk kembali kepada kitab Taurat-versi mereka tentunya.
Mereka mewajibkan anak laki Yahudi untuk membaca dan bahkan menulis Taurat dalam bahasa Ibrani.
Bahasa Ibrani yang dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai bahasa percakapan, ditransformasikan dengan cukup sungguh-sungguh oleh pemuka agama mereka untuk dikuasai secara tulisan.
Apakah disengaja ataupun tidak, atau sebut saja kecelakaan atau keuntungan sejarah, kejadian literasi massal pertama dalam sejarah peradaban justeru dimulai oleh masyarakat Yahudi hampir 2000 tahun yang lalu. Dań uniknyą upaya literasi itu adalah “perintah” agama yang dipelopori oleh para pendeta mereka sendiri.
Untuk memperkuat proses literasi dan pembelajaran Taurat dan bahasa Ibrani, anak lelaki keluarga Yahudi semenjak tahun 70 Masehi diwajibkan mengikuti sekolah yang diselengarakan di Sinagoge- rumah ibadah Yahudi.
Kekuatan pemersatu Kuil Agung Yahudi yang diruntuhkan oleh penguasa Romawi digantikan dengan kekuatan pemersatu Taurat, yang kuncinya adalah literasi.
Ketika anak-anak dan orang dewasa Yahudi menguasai Taurat, baca dan tulis dalam bahasa Ibrani, mereka dengan mudah pula mampu membaca teks-teks lain seperti surat dan berbagai kontrak. Mereka mulai memasuki literasi umum.
Pada periode 70-1492, Botticini dan Eckstein menemukan bukti-bukti sejarah betapa orang Yahudi mempelajari dan menguasai dengan baik berbagai bahasa lokal tempat dimana mereka tinggal, misalnya bahasa Aram-bahasa kuno Suriah , Yunani, Latin, Arab, Spanyol, dan Jerman.
Apa yang terjadi dalam perjalanan sejarah ketika mayoritas orang lain buta huruf, kaum Yahudi minoritas merupakan kaum melek huruf mayoritas, walaupun dalam bahasa lokal tempat dimana mereka tinggal. Hal inilah yang membuat mereka maju dua tiga langkah dalam perdagangan, keuangan dan perbankan, dan dunia kesehatan (Bersambung)
Penulis: Sosiolog dan Guru Besar USK
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.