Kupi Beungoh
Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Pendidikan Aceh Menuju PISA- OECF? - Bagian IX
Aceh punya bukti sejarah sendiri, bagaimana budaya pendidikan, tepatnya budaya pendidikan baru di mulai dan dikembangkan.
Kecerdasan tidaklah tetap, ia dapat diubah dan dapat berubah. Sama dengan kecerdasan, budaya tidak lebih tetap dari kecerdasan. Budaya juga bisa diubah atau berubah.
Budaya dan kecerdasan dapat diubah, karena sama seperti seperti kecerdasan yang terukur dan dapat diubah, budaya juga dapat diubah. Keduanya dapat diubah. Ketika budaya dapat diubah, kebijakan juga dapat diubah, dan parktık kehidupan juga berubah.
Sampai disini, pemahaman kita tentang keberhasilan negara-negara, bahkan kota-kota dan propinsi di sejumlah negara Asia dalam pemeringkatan PISA, tidak hanya dapat sepenuhnya dibebankan kepada sekolah saja. Ini artinya, ada keterbatasan sekolah, dan dalam wilayah ini para guru sama sekali tak punya kemampuan, dan tak punya otoritas untuk mengubahnya.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Yahudi, Pendidikan, Montasik, Peusangan, Meukek, Bagian - VI
Siapa yang kemudian bertanggung jawab terhadap budaya dan perobahan budaya itu? Kita tidak harus belajar kepada sejarah restorasi Meji abad ke 18 di Jepang, atau belajar tentang penetrasi budaya Kunfusius ke negara tetangga Cina- Korea, Vietnam, dan Jepang oleh imperium Cina Kuno, tepatnya dinasti Tang 618-907 Masehi tentang pendidikan - ingat , barangkali hadis yang menyebutkan tentang kehebatan ilmu di Cina yang diucapkan baginda Rasul pada pertengahan abad ke 7 merujuk kepada hebatnya pendidikan Cina pada saat dinasti Tang mulai berkuasa.
Kita tidak harus membaca sejarah restorasi Meiji Jepang pada abad ke 19, kehebatan dinasti Tang, atau gerakan pendidikan besar-besaran Cina ketika Deng Xio Ping mulai memimpin Cina, setelah Mao Zedong meninggal.
Aceh punya bukti sejarah sendiri, bagaimana budaya pendidikan, tepatnya budaya pendidikan baru di mulai dan dikembangkan.
Apakah memang ada pendidikan yang kita lihat seperti hari ini di Aceh pada akhir abad ke 19 atau bahkan pertengahan abad ke 20? Apakah ada mata pelajaran umum yang diajarkan di Madrasah di Aceh pada masa pra kemerdekaan. Apakah lazim perempuan Aceh bersekolah pada masa lalu?
Ambil saja pada kasus yang terakhir, lazimkah ditemui di Pesanten Aceh-bahkan pada masa Orde Baru sekalipun, juga ada sekolah formal mengikuti kurikulum nasional untuk pendidikan dasar dan menengah. Bukankah hal itu bagian dari budaya yang telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Bukankah hal itu bukti perobahan budaya pendidikan yang sangat signifikan.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Yahudi, Pendidikan, Montasik, Peusangan, Meukek - Bagian V
Sebut saja beberapa nama tokoh di Aceh atau otganisasi, dan carilah argumen yang cukup lengkap untuk menolak bahwa mereka tidak berperan dalam pendidikan, atau tepatnya tidak membuat perobahan budaya pendidikan di Aceh.
Ada penguasa, sebut saja Ampon Syik Peusangan, ada ulama, seperti Tgk. Abdurrahman Meunasah Meucap, Tek. Haji Hasan Krueng Kale, Abu Indrapuri, Syeikh Abuya Muda Waly, dan ulama yang juga penguasa, Tgk. M. Daud Bereueh.
Banyak perobahan yang telah mereka lakukan dalam kehidupan masyarakat Aceh dan budaya masyarakat Aceh secara keseluruhan. Perobahan budaya dalam bidang pendidikan Aceh tidak dapat dipisahkan dari peran yang telah mereka lakukan.
Salah seorang tokoh besar Aceh yang telah memberi fondasi budaya pendidikan yang menempatkan islam, pendidikan, dan modernitas sebagai tiga komponen yang tak terpisahkan adalah Ali Hasymi. Ia adalah tokoh hebat perobah dan pembawa budaya baru pendidikan Aceh, yang sampai hari ini masih tetap berlanjut.
Hasymi adalah ulama, sastrawan, pendidik dan tokoh pendidikan, sekaligus gubernur Aceh pada masa konflik Aceh -DI/TII yang paling sulit. Namun ia tak pernah bergeser sedikitpun dari niat besarnya untuk menjawab panggilan zaman tentang keniscayaan pendidikan bagi kejayaan dan martabat rakyatnya.
Jika Hasymi yang mampu merobah, membawa, dan memperkenalkan pendekatan baru dalam pendidikan Aceh, pada saat Aceh mengalami konflik hebat, negara Indonesia yang masih sangat muda dengan sumber daya yang terbatas,, kenapa sekarang tidak.
Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 - IV: 1000 Hari Pertama, Belanja Sosial vs Investasi
Kenapa hari ini ketika Aceh damai, sumber daya cukup banyak, sekitar 200 Profesor, dan lebih dari sekitar 300 Ph,D lulusan dalam negeri dan mancaneara, 5 Universitas Negeri yang besar , kewenangan yang diberikan pemerintah pusat lebih dari propinsi-propinsi lain, toh pendidikan kita masih tertinggal, untuk tidak mengatakan sangat tertinggal dari propinsi-propinsi lain?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.