Berita Banda Aceh

Kemendagri Minta Aceh Cabut Qanun KKR, Pusat Khianati Semangat Damai

KontraS Aceh, Azharul Husna mengkritik usulan pemerintah pusat melalui Kemendagri yang meminta Pemerintah Aceh mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013

Editor: mufti
For Serambinews.com
Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna 

Pemerintah pusat seharusnya tidak melakukan itu. Yang harus dilakukan pusat ya membuat KKR juga karena pelanggaran HAM di Indonesia itu cukup banyak, bukan malah menghilangkan yang sudah ada, kalau perlu belajar dari Aceh. Azharul Husna, Koordinator KontraS Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, mengkritik usulan pemerintah pusat melalui Kemendagri yang meminta Pemerintah Aceh mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).  Menurut Husna, usulan dari Kemendagri itu sama halnya dengan mengkhianati semangat perdamaian Aceh yang sudah dijaga cukup lama. Pasalnya, kata Husna, pascadamai antara GAM dan Pemerintah RI, keberadaan KKR Aceh berperan mewujudkan mekanisme transisi keadilan untuk memastikan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Pemerintah pusat seharusnya tidak melakukan itu, yang harus dilakukan pemerintah pusat ya membuat KKR juga karena pelanggaran HAM Indonesia itu cukup banyak, bagaimana memastikan hak-hak korban, bukan malah menghilangkan yang sudah ada, kalau perlu belajar dari Aceh, karena itu menghianati semangat perdamaian,” kata Husna, Selasa (12/11/2024). 

Husna mengungkap, KKR Aceh merupakan anak kandung perdamaian antara GAM dan Pemerintah RI, karena keberadaan qanun tersebut juga termaktub dalam Mou Helsinki maupun UUPA.

Oleh karena itu, langkah pemerintah yang menyarankan untuk mencabut KKR Aceh, sama halnya dengan upaya menghilangkan kebenaran terkait pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh. “Dan itu menjadi bagian dari melanggengkan impunitas, jadi perlu kita sampaikan itu,” ujarnya. 

Husna mengakui bahwa di tingkat nasional juga terdapat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Namun menurut dia, keberadaannya tidak sama dengan KKR Aceh.

“KKR Aceh itu secara khusus, bukan karena oh dia lahir dari KKR nasional, bukan. Dia lahir karena ada perdamaain Aceh, alasnya adalah perdamaian Aceh, semangatnya semangat perdamaian Aceh,” tuturnya. 

Di sisi lain, Husna menilai, pencabutan KKR Aceh juga akan menghalangi pemenuhan hak-hak korban, sebab KKR Aceh memiliki peran mengungkap kebenaran, melakukan reparasi dan melaksanakan rekonsiliasi. “Bayangkan jika KKR Aceh hilang maka hak-hak itu hilang, hak korban atas pemulihan, hak korban atas kebenaran itu ikut hilang,“ ungkapnya.

Jangan gegabah

Sementara itu, mantan Direktur Koalisi NGO HAM Risman Rachman meminta Pemerintah Aceh tidak gegabah menyikapi saran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang meminta mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh.

“Pemerintah Aceh perlu konsultasikan lebih dahulu dengan DPR Aceh, termasuk meminta pertimbangan kepada para komisioner KKR Aceh,” kata Risman kepada Serambi, Selasa (12/11/2024). 

Risman juga meminta Kemendagri agar melihat terlebih dahulu keberadaan KKR Aceh sebagai bagian dari semangat besar rakyat Indonesia untuk menghadirkan kembali Undang-Undang KKR usai  dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Pembatalan MK itu bukan berarti menafikan hak rakyat korban untuk tahu atas apa yang terjadi di masa lalu,” ujarnya.

Di sisi lain, kata Risman, semangat menghadirkan kembali UU KKR itu juga pernah disinggung oleh Presiden RI, Joko Widodo, pada 16 Agustus 2022 lalu, dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR. Di mana Jokowi mengungkap bahwa RUU KKR masih dalam pembahasan.

Kemudian, apabila KKR Aceh termasuk bagian tak terpisah dari KKR Nasional, maka pengalaman 8  tahun KKR Aceh berkerja bisa menjadi masukan untuk membahas RUU KKR Nasional. 

“Bagaimana pun, kita harus menyelesaikan kasus-kasus berat di masa lalu dengan mekanisme terhormat yaitu kebenaran dan rekonsiliasi, yang juga pernah ditempuh oleh negara lain, salah satunya Afrika Selatan,” ungkapnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved