Citizen Reporter

Menjelajahi Korsel dan Vietnam, Tugas Kuliah Sekaligus Bertemu Rekan Bisnis

Korea Selatan masih meniti secara perlahan untuk mengejar ketertinggalan mereka dalam upaya membangun negerinya yang porak poranda

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
DI BANDARA INCHEON - CEO PT Trans Continent, Ismail Rasyid, bersama rombongan mahasiswa S-3 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang sedang melaksanakan program Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) di Incheon Airport, Korea Selatan, Sabtu (26/4/2025). 

Ismail RasyidCEO PT Trans Continent melaporkan dari Seoul, Korea Selatan

Sejak tanggal 22 April 2024, CEO PT Trans Continent Ismail Rasyid bersama sejumlah mahasiswa S-3 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) melakukan Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) ke Korea Selatan dan Vietnam

Kegiatan ini  bertujuan untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam bidang ilmu pemerintahan dengan mempelajari praktik di lembaga pemerintahan atau organisasi lain di luar negeri.

Di antara lembaga yang dikunjungi di Korea adalah, Yonsei University, yaitu sebuah lembaga pendidikan yang berada pada peringkat ketiga universitas terbaik di Korea Selatan, setelah Seoul National University dan Korea University.

Di sela-sela kegiatan kuliahnya, Ismail Rasyid, pengusaha multinasional asal Aceh ini memanfaatkan waktu luang utuk bertemu dengan rekan bisnis serta klien PT Trans Continent di Korea Selatan

Pada, Sabtu (26/4/2025), Ismail Rasyid dan rekan-rekannya telah berada di Vietnam dalam perjalanan kembali ke Indonesia. 

Baca juga: Kiprah Ismail Rasyid, CEO PT. Trans Continent, di Industry Logistics & Supply Global

Di sela-sela perjalanannya, Ismail Rasyid menulis catatan perjalanannya yang dibagikan kepada pembaca Serambinews.com. Berikut catatannya:

Korea Selatan adalah satu negara di Semenanjung Korea yang merdeka pada tanggal 15 Agustus 1945.
Hari kemerdekaannya hampir sama dengan Indonesia.

Pada masa kolonial, Korea Selatan berada di bawah kontrol Jepang selama kurang lebih 35 tahun.

SSLN - CEO PT Trans Continent, Ismail Rasyid, bersama rombongan mahasiswa S-3 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang sedang melaksanakan program Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) di Korea Selatan
SSLN - CEO PT Trans Continent, Ismail Rasyid, bersama rombongan mahasiswa S-3 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang sedang melaksanakan program Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) di Korea Selatan (FOR SERAMBINEWS.COM)

Beberapa tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Korea dilanda perang saudara yang sangat memprihatinkan.

Walaupun hanya berlangsung selama 3 tahun dan satu bulan, yaitu mulai Juni 1950 sampai dengan Juli 1953, namun menimbulkan sangat banyak korban jiwa di kedua belah pihak, memisahkan banyak keluarga, dan menimbulkan penderitaan phisikologis yang panjang.

Baca juga: Selamatkan Lansia dari Kebakaran Hutan di Korsel, Warga Indonesia Ini Bakal Dapat Penghargaan

Perang tersebut terjadi karena persaingan ideologi antara Amerika Serikat di satu pihak, dengan Uni Soviet dan sekutunya di pihak lain.

Walaupun perang dunia kedua telah berakhir, namun perang dingin tersebut masih tetap berlangsung dan menimbulkan penderitaan bagi warga di Semenanjung Korea.

Sebagai negara bekas koloni Jepang yang kalah perang, Semenanjung Korea (Korsel dan Korut saat ini), menjadi rebutan pihak yang menang perang, terutama Amerika Serikat dan Uni Soviet (Rusia saat ini).

Kedua negara super power itu saling berebut pengaruh di Semenanjung Korea.

Hingga pada akhirnya mereka membelah Korea menjadi dua bagian, yaitu Uni Soviet dengan sekutunya Republik Rakyat Cina menaungi Korea Utara, dan Amerika Serikat  dengan sekutu sekutunya berpihak ke Korea Selatan.

Belajar dari Saemaul Undong

Pada masa awal setelah perang, Korea Utara bertumbuh lebih cepat. 

Hal ini terjadi karena mereka berada dalam kontrol penuh pemerintahan pusat secara sentralistik, dan support penuh (dukungan bantuan) dari Soviet dan Tiongkok.

Sementara Korea Selatan masih meniti secara perlahan untuk mengejar ketertinggalan mereka dalam upaya membangun negerinya yang porak poranda dan dilanda kemiskinan yang parah akibat perang.

Park Chung-hee, mantan jenderal Angkatan Darat Republik Korea yang memerintah pada periode 1961-1979 menggagas dan memulai  suatu konsep pembangunan dengan menggerakkan masyarakat dari pedesaan.

Program yang mereka sebut  “Saemaul Undong” atau dalam Bahasa Inggris “Rural Community Development Movement”, atau Pendekatan Pembangunan Masyarakat Pedesaan.

Proyek ini menjadi suatu gerakan awal dari modernisasi pedesaan untuk menggerak ekonomi Korea Selatan yang dimulai dengan pemenuhan kebutuhan pokok, swasembada pangan, pembangunan infrastruktur, pelestarian budaya dan etos kerja yang mandiri, disiplin dan berintegritas.

Program ini mendapat sambutan dan dukungan luas dari seluruh lapisan masyarakat Korea Selatan.

Masyarakat dan pemerintah bahu membahu bergerak bersama dengan penuh tanggung jawab. 

Baca juga: Gegara Carikan Kerja Menantu, Mantan Presiden Korsel Moon Jae-in Terjerat Kasus Suap

Pemerintah menyediakan beberapa fasilitas dan sumber daya yang ada, untuk dan  seluruhnya diarahkan untuk pemembangun yang terintegrasi.

Masyarakat juga menyumbangkan tanahnya untuk dibangun jalan dan infrastruktur lainnya, seperti irigasi dan berbagai fasilitas umum lainnya.

Mereka juga menyumbangkan tenaga dan bekerja dengan sukarela tanpa digaji.

Pemerintah menyediakan semen, besi, listrik penerangan dan material lainnya yang dibutuhkan.

Melalui musyawarah dan seleksi, ada dari mereka yang dipilih menjadi leader (pemimpin) di setiap desa dan level organisasi berikutnya.

Mereka terpilih untuk memimpin di wilayah dan skill masing masing.

Semua pengeluaran, bantuan, dan progres pekerjaan dicatat dan dibukukan secara transparan, serta dipertanggungjawabkan dengan sangat baik tanpa ada penyimpangan.

Jika ada yang melakukan penyimpangan dan merugikan masyarakat, maka akan ditindak dengan  tindakan hukum yang tegas, tanpa pilih kasih.

Dari program tersebut, secara eskalasi dan dalam waktu yang tidak begitu lama, Korea Selatan bertumbuh sangat cepat serta berkembang menjadi lebih maju dan mandiri.

Baca juga: Perusahaan Putra Aceh, Trans Continent Jadi Tuan Rumah Pertemuan Pengusaha Logistik Dunia di Bali

Dari program tersebut juga telah melahirkan pemimpin pemimpin yang berintegritas, disiplin dan bertanggung jawab serta mampu dengan cepat mengantar Korea Selatan menjadi negara maju.

Program Saemaul Undong  tersebut menjadi andalan pemerintah Korea Selatan.

Kesuksesan yang dicapai dalam waktu relatif singkat, sembilan tahun, memberikan dampak positif yang luar biasa dalam percepatan pengembangan masyarakat pedesaan menuju modernisasi, menjadi role models yang diadopsi oleh beberapa negara lainnya.

Populasi Korea Selatan hingga awal tahun 2025 berjumlah sekitar 51.67 juta jiwa.

Pertumbuhan industri dan industrialisasi yang sangat cepat dan modernisasi yang terjadi menjadikan Korea Selatan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke 4 di Asia dan terbesar ke 12 di dunia.

PDB Korea Selatan tahun 2025 diperkirakan USD. 1.87 triliun, dengan PDB perkapilta USD. 36.000.

Namun, pertumbuhan menjadi negara maju yang sangat cepat juga memiliki dampak negatif.

Salah satunya adalah, saat ini Korea Selatan mulai mengalami degradasi pertumbuhan penduduk karena kesibukan, di mana banyak orang menunda pernikahan dan malah tidak berkeluarga.

Pemasok Sianida ke Indonesia

Saya sudah berkunjung ke Korea Selatan beberapa kali. Kunjungan pertama terjadi pada tahun 2011.

Selanjutnya, saya rutin berkunjung ke Korea setiap tahun, untuk tujuan bisnis, karena kami merupakan salah satu transporter untuk barang kimia sianida yang dibeli oleh klient kami di Indonesia, untuk dipergunakan pada beberapa industri pertambangan emas.

Ada dua manufaktur atau produsen yang bahan kimia tersebut di negara gingseng ini yang menjadi pemasok ke Indonesia.

Namun kunjungan utama saya khusus trip bulan April 2025 ini ke Korea Selatan, adalah dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program doktoral ( S-3 ) di IPDN,  bersama dengan rombongan para sahabat lainnya.

Dalam perjalanan kali ini saya merasakan suasana yang sangat berbeda dengan bisnis trip, karena bergabung dengan sangat banyak teman-teman yang berasal dari disiplin ilmu yang berbeda dan skill khusus masing-masing.

Jadi sangat terasa berada dalam lingkungan praktisi birokrasi berkarakter yang nasionalis.

Terasa aura ilmu kepemimpinan, karena sebahagian besar adalah personal andalan untuk estafet kepemimpinan ke depan.

Khususnya bagi saya ini adalah moment sangat penting untuk terus belajar tentang hal hal yang baru agar bisa menimba ilmu, memperluas jaringan, serta memperkuat silaturahmi sebaik dan seluas mungkin.

Baca juga: VIDEO Israel Diduga Palsukan Data Kematian Tentara Zionis, Puluhan Ribu Tewas di Gaza

Saya sebagai peserta mengikuti dengan sangat antusias program yang sudah diagendakan dengan sangat baik oleh manajemen kampus dan ditindaklanjuti oleh panpel.

Kunjungan kami di hari pertama adalah langsung ke KBRI di Seoul.

Di sini, kami disambut hangat oleh pihak kedutaan.

Kemudian di hari kedua, kami menghadiri seminar dan program kerja sama antara kampus kami IPDN dengan Yonsei University Korea.

Setelah saya pelajari details dari beberapa referensi dan juga berdiskusi dengan beberapa sahabat saya orang asli Korea, diketahui kampus tersebut sangat reputable di Korea Selatan.

Yonsei University, masuk dalam daftar tiga universitas terbaik yang dikenal dengan nama SKY University atau 3 TOP University, yaitu Seoul University, Korea University, Yonsei University.

Setelah semua agenda utama selesai dengan baik, kami diberikan waktu untuk melihat lihat beberapa objek wisata sangat menarik di Korea, serta waktu bebas yang saya pergunakan untuk bertemu rekan bisnis di negeri Ginseng ini. 

Baca juga: Trans Continent Buka Kantor Cabang Ke-23 di Sulawesi Tengah, Resmi Jadi Tenant di KEK Palu

Perjalanan ini sangat padat, namun saya tidak menyia nyiakan waktu bebas tersebut.

Saya selalu berusaha bertemu dengan rekan bisnis atau sahabat lama yang berada di Korea.

Momen yang ada harus dimanfaatkan dengan baik.

Ini juga dalam rangka memperkuat silaturahmi yang sudah terjalin sekian lama.

Tidak boleh ada waktu yang terbuang sia-sia begitu saja.

“Perjalanan hidup adalah terus belajar dan juga belajar terus dari pengalaman hidup. Jangan pernah sia-siakan waktu, dan setiap hari adalah hari yang baru dan penuh energi.”

Hari ini, subuh pagi udara di Seoul sekitar 7 derajat, kami harus disiplin dan bangun untuk beraktivitas dan mempersiapkan diri untuk hari yang baru menuju airport, melanjutkan perjalanan, terbang ke Vietnam.

Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.

Salam hormat dari SEOUL
Ismail Rasyid
CEO PT Trans Continent

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved