KUPI BEUNGOH
Aceh tak Butuh Negosiasi, Kembalikan Empat Pulau tanpa Syarat
Ini bukan sekadar perselisihan batas biasa. Ini adalah penistaan terhadap MoU Helsinki dan pengkhianatan terhadap sejarah.
Oleh: Mansur Syakban *)
DI tengah hiruk-pikuk pembangunan dan narasi persatuan nasional, kedaulatan Aceh kembali diuji. Ini bukan ancaman eksternal, melainkan sengketa internal yang mencoreng makna otonomi khusus dan semangat perdamaian.
Empat pulau vital: Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, yang secara historis dan administratif adalah bagian tak terpisahkan dari Kabupaten Aceh Singkil, kini secara sepihak diklaim sebagai wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Ini bukan sekadar perselisihan batas biasa. Ini adalah penistaan terhadap Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki dan pengkhianatan terhadap sejarah.
Tak Termaafkan
Permasalahan ini jauh melampaui sebatas titik koordinat di peta. Ini adalah perang legitimasi di mana Pemerintah Aceh bersikukuh pada kepemilikan historis berdasarkan peta Jantop TNI AD 1978 dan kesepakatan 1992.
Namun, ada indikasi kuat pencaplokan administratif yang bahkan melibatkan dugaan pemalsuan dokumen di tingkat Kementerian Dalam Negeri.
Jika ini benar, maka Republik ini sedang merusak fondasi kepercayaannya sendiri, mengkhianati prinsip-prinsip kedaulatan yang begitu mahal diperjuangkan.
Secara teoritis, sengketa ini dapat dianalisis melalui lensa Teori Konflik Batas (Boundary Dispute Theory), yang seringkali berakar pada interpretasi berbeda terhadap dokumen historis, peta, atau bahkan klaim etnis/budaya.
Baca juga: Meninggal di Jakarta, Besok Jenazah Waled NURA Diterbangkan ke Aceh Pukul 07.30 WIB
Baca juga: Pohon Tumbang Kembali Makan Korban! Timpa Pengendara Becak, Langsung Dilarikan ke RSUDZA Banda Aceh
Namun, yang membuat kasus Aceh ini unik dan lebih mendalam adalah kaitannya dengan Teori Federalisme Asimetris dan Otonomi Khusus.
Aceh diberikan status otonomi khusus pasca-MoU Helsinki sebagai pengakuan atas sejarah panjangnya dan komitmen damai.
Pencaplokan wilayah ini secara fundamental mencederai prinsip otonomi tersebut, seolah-olah otonomi hanya berlaku di atas kertas, tanpa jaminan integritas wilayah.
Ini mengirimkan pesan berbahaya bahwa kesepakatan politik tertinggi pun bisa diinjak-injak dengan mudah.
Meja Pengadilan bukan Solusi
Adalah suatu penghinaan terhadap akal sehat ketika ada pihak yang menyarankan meja pengadilan atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.