Kupi Beungoh

Koperasi Merah Putih Syariah: Jalan Menuju Rujukan Dunia Islam?

setelah lebih dari satu dekade, implementasi ekonomi syariah di Aceh belum banyak menunjukkan transformasi mendalam. 

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Muhammad Nasir, Dosen Tetap pada Magister Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe dan Nazhir di Lembaga Wakaf Gen Cahaya Peradaban Lhokseumawe. 

Instrumen seperti qard hasan dan wakalah seharusnya menjadi alat pemberdayaan, bukan justru dibebani birokrasi dan jaminan yang menyulitkan masyarakat kecil. Koperasi syariah perlu menampilkan nilai, bukan sekadar terminologi.

Menolak Syariah Kosmetik

Kritik terhadap fenomena “syariah kosmetik”--di mana istilah fikih hanya digunakan untuk membungkus produk yang substansinya masih konvensional—terus menguat. 

Dr. Akram Laldin dari ISRA menyoroti banyak produk keuangan syariah yang sekadar meniru struktur akad klasik, tanpa mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial.

Lebih tajam lagi, Dr. Erwandi Tarmizi menyebut sebagian produk perbankan syariah sebagai “kamuflase riba.” 

Kritik ini bukan semata retorika, tetapi peringatan terhadap bahaya formalisme dalam ekonomi Islam yang justru menjauh dari cita-cita maqashid. 

Sheikh Taqi Usmani bahkan menegaskan bahwa ekonomi syariah sejati tidak cukup Shari’ah-compliant, tetapi harus Shari’ah-based—berbasis nilai, bukan hanya prosedur.

Dalam konteks ini, Koperasi Merah Putih Syariah memiliki peluang besar untuk tampil sebagai pelopor transformasi substantif. 

Ia dapat menjadi representasi dari semangat ekonomi Islam yang sejati—yang berpihak pada yang lemah, yang membagi hasil dan risiko secara adil, dan yang menghadirkan kemakmuran kolektif.

Aceh sebagai Laboratorium Ekonomi Islam

Aceh memiliki semua prasyarat untuk menjadi pusat inovasi ekonomi Islam dunia. 

Ia memiliki legitimasi politik, warisan historis, dan basis kultural yang kuat. 

Namun, untuk mentransformasikannya menjadi model global, dibutuhkan penguatan tiga pilar utama.

Pertama, etos intelektual yang adaptif—yakni keberanian menafsirkan fikih muamalah secara kontekstual dan progresif. 

Kedua, struktur kelembagaan koperasi yang efisien, transparan, dan profesional. Ketiga, keberpihakan politik yang nyata dalam bentuk insentif, dukungan fiskal, dan regulasi yang konsisten.

Jika ketiga pilar ini dapat disinergikan, maka Aceh bukan hanya akan tampil sebagai simbol ekonomi syariah, tetapi sebagai laboratorium percontohan bagi dunia Islam. 

Koperasi Merah Putih Syariah dapat menjadi prototipe kelembagaan yang tidak hanya legal secara syariah, tetapi juga berdampak secara sosial dan produktif secara ekonomi.

Jalan Panjang Menuju Ekonomi Islam Substantif

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved