Breaking News

Salam

Introspeksi Kolektif

ACEH sedang menghadapi kenyataan pahit, yakni darurat HIV/AIDS. Kasus ini tidak lagi menjadi ancaman samar

Editor: mufti
AI CHATGPT
HIV/AIDS - llustrasi ini dibuat dengan kecerdasan AI, Kamis (7/8/2025). Data Dinkes Kota Banda Aceh menunjukkan terjadinya peningkatan kasus HIV/AIDS di wilayah tersebut. 

ACEH sedang menghadapi kenyataan pahit, yakni darurat HIV/AIDS. Kasus ini tidak lagi menjadi ancaman samar, melainkan krisis nyata yang menyentak hati nurani. Lonjakan angka, yang mencapai 585 kasus hanya dalam enam bulan, seperti yang dipublikasi media ini akhir pekan lalu, bukanlah sekadar statistik. Itu adalah cerminan dari pola kehidupan, pemahaman publik, dan kegagalan berbagai lapisan masyarakat .

Fenomena ini bukan untuk diratapi, apalagi dijadikan ajang pembelaan terhadap perilaku yang menyimpang. Sebaliknya, inilah saatnya semua pihak berintrospeksi diri. Pemerintah, pemuka agama, lembaga pendidikan, dan masyarakat memiliki peran strategis yang tak bisa ditawar.

Pemerintah harus bergerak lebih cerdas, bukan reaksioner. Razia kondom tanpa edukasi hanya akan menimbulkan kekeliruan. Penanganannya tidak cukup dengan mencantumkan darah yang terkontaminasi. Perlu edukasi sistematis agar masyarakat memahami konsekuensi nyata HIV/AIDS. Penggunaan aplikasi kencan oleh kelompok berisiko tinggi tanpa rasa takut akan penularan menunjukkan betapa minimnya ketakutan bukan karena keberanian, melainkan ketidaktahuan atau mungkin sikap keputusasaan.

Di tengah kenyataan bahwa banyak penderita yang berasal dari luar kota, Banda Aceh menjadi magnet bagi mereka yang mencari perawatan yang lebih manusiawi. Namun ironisnya, diskriminasi masih terjadi di titik pelayanan kesehatan, diperparah oleh minimalnya pelatihan petugas medis.

Masyarakat, terutama tokoh agama dan ulama, perlu mengambil posisi sebagai penjaga moral dan penerang informasi. Narasi agama dapat menjadi alat penuntun. Perguruan tinggi pun jangan hanya berdiam di menara gading: edukasi pra-nikah, literasi seksualitas, dan pemahaman hak tubuh harus menjadi kurikulum wajib.

LSM Galatea dan relawan seperti Yunidar dan Agussalim sudah berjuang di garis depan, menjangkau kelompok risiko dengan pendekatan empatik dan edukatif. Namun, kerja akar rumput ini harus didukung penuh, bukan hanya secara retorik tetapi melalui kebijakan dan anggaran.

Langkah seperti pembentukan program rehabilitasi virtual yang melibatkan psikolog dan tokoh agama patut diapresiasi, namun harus dibarengi dengan evaluasi menyeluruh terhadap dampak dan efektivitasnya. Pendekatan yang bersifat inklusif dan menjaga kerahasiaan menjadi sangat penting, mengingat stigma sosial masih menjadi hambatan besar dalam deteksi dini.

Yang tidak kalah penting adalah keterlibatan aktif masyarakat. Warga perlu diberdayakan agar tidak sekadar menjadi pengamat yang pasif. Pendidikan dari rumah tangga hingga ke komunitas harus digalakkan. Reusam tentang rumah sewa dan kos-kosan adalah contoh bagaimana pemerintah gampong ikut mengambil bagian dalam pencegahan.

Kasus di Aceh adalah peringatan keras bahwa selama ini kita terlalu abai. Ketika stigma menjadi dinding yang terpisah, maka solusi akan sulit ditemukan. Sikap menyalahkan ‘mereka’ tidak akan menyelesaikan masalah. Karena pada akhirnya, darurat ini bukan milik satu kelompok. Semua pihak harus bertanggung jawab sesuai dengan proporsinya masing-masing. 

Jika semua pihak tetap pasif, menunggu pihak lain bergerak terlebih dahulu, maka bukan tidak mungkin Aceh akan masuk ke dalam pusaran krisis multidimensi. HIV/AIDS hanyalah permulaan. Tanpa langkah konkret dan kolaboratif, kita akan menyaksikan darurat-darurat lain yang mengintai—mulai dari narkoba yang menggerogoti generasi muda, kemiskinan yang memperlebar kesenjangan, hingga stunting yang mengancam masa depan anak-anak kita. Aceh yang berlandaskan nilai-nilai luhur tidak pantas menjadi provinsi dengan label “serba darurat.” Oleh karena itu, introspeksi bukan sekadar refleksi, melainkan panggilan untuk bangkit dan bertindak.(*)

 

POJOK

Indonesia ingin damai, Malaysia tak mau perang

Alhamdulillah kalau begitu

Bulog Aceh kirim 4 ribu ton beras ke Sumut

Itu berarti lebih peduli dapur tetangga ketimbang rumah sendiri, ya?

Biskuit cegah stunting dimanipulasi gizinya sejak 2016-2020 

Pantasan, angka stunting susah kali turun! 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved