Pojok Humam Hamid
Revisi UUPA, TA Khalid, dan “Pepesan Kosong”
UUPA adalah turunan langsung dari MoU Helsinki. Revisi terhadapnya memang diperbolehkan, tetapi tidak boleh bertentangan dengan isi perjanjian damai.
Jika revisi UUPA kembali mengulang pola yang sama, di mana ketentuan-ketentuan kunci hanya menjadi simbol tanpa substansi, maka percuma kita berbicara tentang perdamaian berkelanjutan.
Salah satu luka paling nyata yang dialami kekhususan Aceh hari ini ada pada Pasal 156 UUPA, yang seharusnya menjamin kedaulatan Aceh dalam mengelola sumber daya alamnya.
Pasal 156 itu yang dahulunya tampak indah dan sangat bermakna, kini telah menjadi apa yang disitir oleh TA Khalid.
Pasal itu telah menjadi “pepesan kosong” yang telanjang.
Bayangkan saja, modal kewenanogan pengelolaan kekayaan sumber daya alam mineral non migas yang telah diberikan kepada Aceh dilenyapkan atas nama sebuah UU super yang bernama Omnibus Law.
UU itu telah menerabas dan meluluhlantakkan semua kewenangan propinsi di Indonesia yang berurusan dengan investasi.
Aceh dipaksa menerima konsekwensi itu dengan melupakan “kewenangan asimetris” yang telah dilimpahkan dalam UUPA.
Pasal itu bukan sekadar produk hukum--ia adalah bagian dari janji damai setelah konflik panjang.
Namun sejak diberlakukannya UU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba, kewenangan itu perlahan tapi pasti ditarik ke pusat.
Akibatnya, Pemerintah Aceh nyaris tak punya suara lagi atas tambang-tambang yang beroperasi di tanahnya sendiri.
Lihat saja kasus tambang emas di Linge, Aceh Tengah.
Izin pertambangan dikeluarkan langsung dari Jakarta, tanpa melibatkan pemerintah daerah, apalagi masyarakat adat yang mewarisi dan menjaga tanah itu turun-temurun.
Tak ada penghormatan terhadap nilai-nilai lokal.
Seolah Aceh adalah wilayah tanpa identitas, tanpa sejarah, tanpa hak menentukan nasibnya sendiri.
Apakah ini hanya soal administrasi? Atau justru cerminan dari pengkhianatan diam-diam terhadap perjanjian damai yang pernah diteken dengan penuh harapan di Helsinki?
MSAKA21: Indrapuri, Candi yang Menjadi Masjid - Bagian IX |
![]() |
---|
“Iman Teknokratis” dan “Cuaca Buruk”: Manmohan Singh, Zhu Rongji, dan Sri Mulyani |
![]() |
---|
Keamanan vs Perdamaian: Marco Rubio, Netanyahu, Ayalon, dan Masa Depan Palestina |
![]() |
---|
MSAKA21: Indrapatra, Benteng, Candi, dan Jejak Hindu di Pesisir Aceh - Bagian VIII |
![]() |
---|
Penyakit Akar Busuk Negara dan Tragedi Hari Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.