Jurnalisme Warga

ISBI Aceh “Kampus Pungo”

Maka, ketika kata ‘pungo’ disematkan pada dunia seni, ia menjelma menjadi manifestasi keberanian, kerja keras, dan kreativitas yang tak kenal lelah.

Editor: mufti
IST
ICHSAN, M.Sn., Ketua Jurusan Seni Rupa dan Desain ISBI Aceh 

Dalam konteks ISBI Aceh, kondisi geografis yang terpencil justru menjadi sumber energi ‘pungo’. Keterbatasan bukanlah hambatan, melaiankan ruang untuk membuktikan bahwa kreativitas sejati lahir dari keterdesakan.

Yudiaryani dalam bukunya Kreativitas Seni dan Kebangsaan (ISI Yogyakarta, 2020) menulis bahwa keberanian tampil berbeda adalah bentuk tertinggi cinta terhadap bangsa. Pandangan ini sejalan dengan semangat ‘pungo’, kegilaan yang lahir dari cinta terhadap budaya sendiri, dari tekad untuk menjaga warisan sambil memperbaruinya.

Maka dari itu, ISBI Aceh tidak boleh kehilangan semangat ‘pungo’. Kampus ini baru berusia sebelas tahun, usia yang dalam dunia pendidikan tinggi masih belia, tetapi denyutnya sudah menggetarkan. Kampus lain mungkin masih sibuk menata struktur, sementara ISBI Aceh sudah melangkah dalam diplomasi budaya dan jejaring akademik internasional. Ini bukan karena fasilitasnya lengkap, melainkan karena manusianya hidup mulai dari dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan yang berani ‘pungo’, berani berpikir keras, bekerja lebih dari biasa, dan mencintai kampusnya sepenuh jiwa.

‘Pungo’ bukanlah status yang bisa diwariskan, melainkan semangat yang harus dirawat. ISBI Aceh membutuhkan sumber daya manusia yang tak sekadar hadir, tetapi berjiwa ‘pungo’, dosen yang menulis dan mencipta secara liar, tetapi terarah, mahasiswa yang haus tantangan, dan staf yang cekatan memfasilitasi karya. Dengan SDM seperti ini, ISBI Aceh tidak hanya institusi pendidikan seni, tetapi juga pusat inspirasi budaya Aceh modern.

Sejatinya, ‘pungo’ adalah cermin dari peradaban yang hidup. Ia tanda bahwa kita belum mati rasa, bahwa kita masih berani berpikir, berkarya, dan bermimpi lebih besar dari kenyataan.

Dunia seni tidak akan berkembang tanpa orang-orang yang “gila” dalam semangat, kerja, dan cinta terhadap kebudayaan.

Maka dari itu, biarlah semangat itu menjadi identitas baru. yakni ISBI Aceh, Kampus Pungo. Kampus yang tidak boleh takut bermimpi, tidak takut gagal, dan tidak takut berbeda. Kampus yang hidup karena manusianya hidup. Kampus yang percaya bahwa kegilaan yang terarah jauh lebih bermakna daripada kewarasan yang diam.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved