Pojok Humam Hamid
Zohran Mamdani, Islamophobia, dan New York “Baru”
Pidato pertama Zohran Mamdani setelah terpilih sebagai Wali Kota New York terasa seperti ledakan moral di tengah hiruk pikuk politik Amerika
Islam tidak lagi identitas yang harus dijelaskan, tetapi realitas yang diakui.
Kota ini tak lagi menutupi lukanya dengan cahaya gedung pencakar langit, tetapi berani menatap luka itu dan berkata, “Kami akan sembuh.”
Sebab New York tak pernah benar-benar tidur.
New York hanya lama menunggu seseorang yang cukup berani untuk membangunkannya dari mimpi buruk yang terlalu lama dibiarkan hidup.
Pidato pertama Zohran Mamdani setelah terpilih sebagai Wali Kota New York, langsung menciptakan gema besar di ruang publik Amerika.
Media menyorotnya dengan berbagai sudut pandang.
Ada yang menulis tentang keberhasilannya menumbangkan dinasti politik—karena lawan politiknya, Andrew Cuomo, datang dari keluarga “bangsawan” politik New York.
Ia adalah anak dari gubernur legendaris Mario Cuomo, yang tiga kali berturut turut menjabat sebagai gubernur negara bahagian New York .
Andrew Cuomo juga mantan Gubernur New York tiga periode
Ada pula yang menyorot keberaniannya menantang figur sebesar Donald Trump, menandakan bahwa politik New York memasuki babak baru- lebih muda, lebih berani, dan lebih beragam.
Namun di balik sorotan politik itu, ada tiga hal yang membuat pidato Mamdani terasa mengguncang sekaligus menyentuh.
Ia muda — baru berumur 34 tahun.
Ia seorang Muslim.
Dan ia datang dari keluarga imigran yang belum lama tinggal di New York.
Untuk ukuran seorang anak migran yang tiba di kota ini pada usia tujuh tahun, keberaniannya berbicara di podium tertinggi politik kota adalah simbol kemenangan bukan hanya pribadi, tetapi generasi baru Amerika.
Dalam bahasa Aceh, mungkin kita bisa menyebutnya “tungang” — berani, tegas, dan tak gentar.
Ia tidak bersembunyi di balik retorika aman atau simbol toleransi lembut.
Baca juga: Profil Zohran Mamdani, Wali Kota Muslim Pertama di New York, Ayahnya Seorang Profesor
Ia justru menegaskan identitasnya: muda, Muslim, dan imigran.
Dalam masyarakat yang lama hidup di bawah bayang-bayang Islamofobia pasca-9/11/01, kalimat-kalimatnya seperti menyalakan bara keyakinan lama bahwa New York sejatinya adalah rumah bagi semua, bukan hanya bagi mereka yang lahir di sini.
Keberanian Mamdani bukan hanya karena ia menang, tetapi karena ia berani menantang definisi lama tentang siapa yang boleh menjadi “anak New York”.
Ia bukan sekadar pendatang yang beruntung — ia adalah hasil dari kota itu sendiri, yang keras, terbuka, dan selalu berubah.
Dengan pidatonya, ia mengingatkan publik bahwa New York tidak hanya menjadi “melting pot” yang melebur identitas, tetapi juga tanah yang memberi ruang bagi identitas baru untuk tumbuh dan berbicara dengan lantang.
Zohran Mamdani telah menyalakan percikan kecil untuk New York dan juga mungkin AS secara keseluruhan.
Mungkin percikan itu akan redup di tengah sinisme politik, mungkin juga menyulut nyala yang lebih besar yang akan menempa Amerika Serikat.
Tapi satu hal pasti, setelah pidato itu, New York tak lagi sama.
Dan di tengah denyut kota yang tak pernah berhenti, gema kalimatnya tetap bergaung, tidak akan ada lagi tempat bagi Islamofobia di New York.
Itu bukan sekadar janji, melainkan tanda bahwa The “New” New York akhirnya benar-benar lahir — kota yang belajar untuk melihat, mendengar, dan menerima seluruh dirinya, termasuk yang dulu pernah ia takuti.
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
Isi dari artikel ini menjadi tanggung jawab penulis.
| Samudera Pasai dalam Rihlah Ibnu Batutah, Catatan Sang Musafir dan Tafisran Orientalis – Bagian XVII |
|
|---|
| Prabowo dan Transisi Yang Belum Selesai: Inversi Model Mahathir-Najib Atau Sebaliknya? |
|
|---|
| Khan, Aboutaleb, dan Mamdani: Fenomena Migran Muslim Menjadi Pejabat Publik di Eropa dan AS |
|
|---|
| MSAKA21 - Kerajaan Samudera Pasai: Hikayat Raja Raja Pasai dan Catatan Tome Pires – Bagian XVI |
|
|---|
| Gaza dan Yahudi Amerika: Dua Generasi, Dua Hati yang Berbeda |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Prof-Dr-Ahmad-Humam-Hamid-MA-Sosiolog-dan-Guru-Besar-USK-Banda-Aceh.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.