Berita Nasional

DPR Usul Dicetak Uang Baru Rp 600 Triliun, Begini Respons BI

BI, kata Perry, memiliki aturan mengenai peredaran uang kartal sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Editor: Jamaluddin
KONTAN
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. 

BI, kata Perry, memiliki aturan mengenai peredaran uang kartal sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mencetak uang baru senilai Rp 600 triliun saat pandemi covid-19 ditolak mentah-mentah oleh Bank Indonesia (BI).

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan usulan tersebut tidak sesuai dengan kebijakan moneter yang prudent dan lazim.

"Pandangan-pandangan itu tidak sejalan dengan praktek kebijakan moneter yang prudent (hati-hati) dan lazim.

Tidur di Saat Puasa Ramadhan Dapat Pahala, Benarkah? Kalau Tidur Sepanjang Hari Sahkah Puasanya?

Sadis, ABK Indonesia Meninggal di Kapal Nelayan China, Mayatnya Dibuang ke Laut

Mohon maaf ini betul-betul mohon maaf supaya tidak menambah kebingungan masyarakat" ucapnya saat teleconference di Jakarta, Rabu (6/5/2020).

BI, kata Perry, memiliki aturan mengenai peredaran uang kartal sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Dalam aturan itu, disebutkan jika proses perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang kartal dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan.

Kasus Corona Masih Tinggi, Pemerintah Longgarkan Transportasi Umum

Imam Masjid Jadi Saksi Sidang Penyerangan Novel, Dengar Jeritan Minta Tolong

Untuk besarannya, kata dia, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat melalui perhitungan ekonomi salah satunya pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Keseluruhan proses ini selalu menggunakan kaidah dan tata kelola yang baik dan diaudit oleh BPK, semua seperti itu," ujar Perry.

Ketimbang mencetak uang baru dalam jumlah besar lanjut Perry, BI lebih memilih melakukan kebijakan pelonggaran kuantitatif yakni kebijakan yang digunakan bank sentral untuk mencegah penurunan pasokan uang rupiah.

Dia menuturkan, hal itu merupakan praktik lazim dalam operasi moneter.

Dia menuturkan, salah satunya ditempuh melalui pembelian surat berharga negara (SBN).

Laboratorium Penyakit Infeksi Unsyiah Siap Uji Swab Covid-19

Agar Cepat Sembuh, Ini Saran Psikolog kepada Pasien Covid-19

"Makanya kami kemarin menambah injeksi likuiditas quantitative easing melalui kebijakan dan operasi moneter kami ke DPR Rp 503,8 triliun," ujarnya.

"Sekarang mungkin lebih kami juga mulai beli SBN di pasar perdana, repo bank ke BI lebih tinggi, ini angka-angka yang disampaikan. Rp 503 triliun itu ekspansi likuiditas dari Januari-April," tambahnya.

Adapun quantitave easing berupa injeksi likuiditas ke perbankan pada periode Januari-April 2020 sebesar Rp 386 triliun yang bersumber dari pembelian SBN di pasar sekunder dari investor asing sebesar Rp 166,2 triliun, term repo perbankan sebesar Rp 137,1 triliun, swap valuta asing sebesar Rp 29,7 triliun, dan penurunan Giro Wajib Minimun (GWM) rupiah di bulan Januari dan April 2020 sebesar Rp 53 triliun.

MaTA Minta Pemkab Perjelas Soal Pos Anggaran yang Dialihkan Untuk Covid-19 ke Publik

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2,97 Persen, Airlangga Hartarto Bilang Masih Positif

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved