Kupi Beungoh

Aceh dan Kepemimpinan Militer (VIII) - Al Mukammil: Soft Power dan Dansa Diplomasi

Ketika Cornelis pertama tiba di Aceh, ia dijemput ke pelabuhan oleh putera mahkota, Sultan Ali Riatsyah pada malam hari, dan dibawa ke Istana

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Al Mukammil tahu bahwa Inggris mempunyai sejarah baik dengan kerajaan Islam Ottoman di Turki yang secara bersama membuat perusahaan patungan pada tahun 1579.

Ia juga menyampaikan kepada Ratu Inggris, Portugis- yang ia tahu adalah musuh Inggris, sebagai musuh utama Aceh.

Bagi Aceh, tulis Al Mukammil, Portugis adalah bangsa yang akan terus diperangi selamanya, sampai mereka mati, dimanapun, kapanpun (JSBRAS, 1898 dalam Mintarsing 2017)


Kedua ia mengirim surat balasan kepada Prince Maurice, Belanda, menyambut uçuran tangan untuk persahabatan dan keberlanjutan perdagangan.

Lebih dari itu ia mengirim surat pengakuan terhadap eksistensi Kerajaan Belanda yang sedang berperang melawan penjajahan Spanyol.

Ia bahkan mengirim duta besar Abdul Hamid pada tahun 1602, yang tak sempat bertemu Maurice karena sedang berperang melawan Spanyol .

Abdul Hamid meninggal karena sakit, kemudian dimakamkan disamping gereja Saint Peter di kota MIddleburg, di propinsi Zeeeland, Belanda.

Baca juga: Mabes Polri: CCTV Sesaat Kejadian Berhasil Ditemukan, Istri Ferdy Sambo Tersangka

Untuk menghormati sejarah itu, pada 25 Oktober 1978, mendiang Pangeran Bernhard -suami Ratu Belanda, Juliana meresmikan monumen.

Peresmian itu yang dihadiri utusan Dubes RI untuk Belanda , dan diabadikan sebagai tanda persahabatan Belanda Indonesia.

270 tahun kemudian, Ketika Gubernur Jendral Hindia-Belanda Loudhon mengumumkan ultimatum perang Aceh, seorang kritikus Belanda yang sangat vokal mencela tindakan itu.

Seperti ditulis oleh Paul van’t Veer, dalam bukunya, De Atjeh-Oorlog (1969), adalah Douwes Dekker-dikenal dengan nama samaran Multatuli, menulis surat kepada Raja Belanda yang juga dikutip oleh berbagai media Belanda.

Dalam Brief aan den Koning- surat kepada Raja (Paul van’t Veer, 1969) , Multatuli menulis, alasan Gubernur Loudhon memerangi dan ingin merampas kedaulatan Aceh adalah sama sekali tidak berdasar.

Ia menuduh Loudhon lebih banyak menggunakan fakta-fakta fabrikasi yang tak jelas.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (III) - Ali Mughayatsyah dan Detente 235 tahun

Multatuli menuduh ada provokator-kemungkinan besar Max Havelar yang menjadi penguasa Bogor dan Banten yang ingin merusak hubungan Belanda dengan Aceh.

Lebih lanjut Multatuli juga menyebutkan Belanda tidak kesatria dan tidak jujur.

Yang paling memalukan menurut Multatuli, Belanda tidak tahu berterima kasih kepada sebuah negara, Kerajaan Aceh, yang mengakui berdirinya kerajaan Belanda pada tahun 1602.(*)

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved