Salam

Menanti Langkah Berikut Setelah Pengakuan Negara

Presiden Joko Widodo secara resmi mewakili negara mengakui telah terjadi 12 kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berat di Indonesia

Editor: bakri
BPMI/MUCHLIS JR
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menko Polhukam, Mahfud MD, dan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). 

PRESIDEN Joko Widodo secara resmi mewakili negara mengakui telah terjadi 12 kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berat di Indonesia pada masa lalu.

Tiga dari 12 kasus pelanggaran HAM berat itu terjadi di Aceh, yakni Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989, Peristiwa Simpang KKA 1999, dan peristiwa Jambo Keupok 2003.

Sebagai Kepala Negara, Jokowi juga menyesalkan dan mengupayakan pelanggaran HAM berat tak terjadi lagi di masa yang akan datang.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (11/1).

Ke-12 pelanggaran HAM berat yang diakui Jokowi adalah, peristiwa 1965-1966, penembakan misterius pada 1982-1985, peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989.

Lalu, peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999, pembunuhan dukun santet pada 1998-1999, Simpang KKA di Aceh pada 1999, peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002, peristiwa Wamena Papua pada 2003, dan peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003.

Jokowi menyatakan menaruh simpati yang mendalam kepada korban dan keluarganya.

Ia menegaskan pemerintah berusaha memulihkan korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.

Pengakuan adanya pelanggaran HAM berat di negeri sudah mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat dan sebagian korban atau keluarga korban.

Paling tidak ada pengakuan dulu.

Tapi dalam penyelesaian pelanggaran HAM Berat, tentu tidak boleh berhenti sampai di situ.

Baca juga: Negara Akui Tragedi Simpang KKA Sebagai Pelanggaran HAM Berat, Begini Kisah Kelam Tahun 1999

Baca juga: Tragedi Rumoh Geudong Aceh 1989, Peristiwa Kelam yang Diakui Negara Sebagai Pelanggaran HAM Berat

Sebab, pelanggaran HAM berat ini terkait dengan “sikap negara”.

Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia, pelanggaran HAM berat adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (system discrimination).

Makanya, kita melihat, pengakuan negara itu adalah awal dari keterbukaan hati untuk bersimpati kepada korban dan keluarga korban.

Karenanya, di antara langkah berikut yang harus dilakukan pemerintah adalah pengakuan data korban.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved