Kupi Beungoh
Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh V - Egianus Kogeya, “Pileu Aceh,” dan Memori Kolektif
“Pileu” seringkali disebutkan sebagai kata pengingat untuk orang yang baru sembuh dari sakit, termasuk keluarganya atau orang yang merawat orang sakit
Itulah cara menghilangkan memori kolektif yang dianggap ampuh pada masa itu.
Cara itu pula yang digunakan dalam paruh akhir abad 20 dan paruh awal abad ke 21, seperti apa yang terjadi di Ruwanda, Bosnia, dan sejumlah tempat lain di dunia yang kemudian dikenal dengan istilah “ethnic cleansing”.
Seperti yang ditulis oleh Danny Chaplin (2018) dalam bukunya yang terkenal “Sengoku Jidai”, sekalipun tiga serangkai pembentuk Jepang moderen, Oda Nobunaga (1534-1582), Toyotomi Hideyoshi (1537-1598), and Ieasu Tokugawa (1543-1616), mempunyai tekad baja untuk mempersatukan Jepang, mereka tetap saja menggunakan hal yang sama untuk mengubur “memori kolektif” musuhnya yang kalah, membunuh semua yang tertinggal.
Kekhawatiran tentang “memori” itu digambarkan dengan cukup elegan dan apik dalam film serial mini Netflik “ The Age of Samurai: Battle for Japan” yang disutradarai oleh Steven Scott dari Kanada.
Bukti “memori” itu terlihat ketika Oda Nobunaga-diperankan oleh Masayohi Haneda- lalai dalam memilih anak buah dalam perang perluasan wilayah.
Ia dibunuh oleh Jenderal kepercayaannya-Akechi Mitsuhide, yang menurut sebuah versi adalah anak muda, keturunan kebanyakan dari pihak musuhnya yang berdamai.
Tidak sangat jelas apa sebabnya kenapa ia berkhianat, kecuali ia memang bukan individu sekaum dan sewilayah dengan Oda Nobunaga.
Catatan lain menyebutkan kematian ibunya, akibat tindakan Nobunaga membunuh pemimpin klan Mutsuhide.
Padahal Yaimana, ibu Mitsuhide, menjadi jaminan untuk tidak dibunuhnya pemimpin klan itu.
Nobunaga mengkhinati janji itu, dan membunuh pemimpin klan.
Ibu Mitsuhide kemudian dibunuh oleh pengikut klan yang memberontak itu.
Ketika Mitsuhide diperintahkan berperang ke satu wilayah oleh Oda Nobunaga bulan Juni 1582, ia mengiyakan.
Namun setelah berangkat sebentar ke wilayah yang diperintahkan, ia segera membuat keputusan lain.
Ia menuju Istana, sekaligus kuil Honno, di Kyoto, tempat dimana Nobunaga beristirahat dengan 100 pengawalnya.
Dengan 13.000 pasukannya itu, Mitsuhide mengepung Istana Honno, sekaligus membakarnya.
Oda Nobunaga, Daimyo terhebat pertama yang mempersatukan Jepang, dipaksa Mitsuhide untuk putus asa, sampai ia melakukan Seppuku-bunuh diri ritual dengan membelah perutya sendiri menggunakan “Tanto” pedang kecil pendek Jepang yang jamak digunakan para samurai pada waktu itu.
Memori Mitsuhide telah menyebabkan pemersatu Jepang yang paling hebat itu tewas.
Memori Kolektif Kaum Yahudi
Kekuatan “memori kolektif” yang paling dahsyat didemonstrasikan oleh bangsa Yahudi.
Mereka terusir dari tanah Palestina yang merupakan kawasan bersama dengan bangsa Palestina- ada debat versi ini yang tak pernah selesai.
Kekejaman penguasa Romawi membuat mereka berkelana ke semua tempat di dunia selama 3.000 tahun, termasuk ke Aceh- terdapat beberapa bangunan milik Yahudi sepanjang jalan Ahmad Dahlan, Banda Aceh.
Memori kolektif kaum Yahudi dirawat dengan tulisan dalam bentuk narasi sejarah, tradisi, dan berbagai elemen budaya yang diturunkan kepada lebih dari ratusan generasi.
Memori kolektif itu akhirnya menjadi pengumpul energi Yahudi untuk kembali ke Israel setelah ribuan tahun terusir.
Dengan tekad, sumber daya, dan gabungan berbagai keahlian kaum itu, yang tersebar di berbagai penjuru bumi, utamanya di Eropa, memori kolektif Yahudi itu kini menjadi Israel yang digdaya di Timur Tengah.
Ketika AS melancarkan berbagai serangan dimanapun di dunia, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebut Islam radikal, negeri ini juga mendasarinya pada bangunan dan rawatan memori kolektif dengan sistematis.
Bangunan Ground Zero Memorial yang terletak dibekas bangunan World Trade Center, Manhattan, New York, adalah perwujudan “memori kolektif” yang konkrit tentang bagaimana kelompok radikal Islam menyerang jantung ibukota keuangan dunia, New York.AS.
Bangunan itulah yang selalu menjadi sumber inspirasi acuan politik luar negeri AS, baik masyarakat, terutama pemerintahnya dalam melihat negara, dan ummat Islam secara keseluruhan, baik positif, maupun negatif.(*)
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.