Breaking News

Kupi Beungoh

Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh X - Tampok, Tumpok, dan Ca…

Kisah kehidupan para pemimpin pria, mulai dari zaman klasik sampai dengan hari ini, sama sekali tak terlepas dari keberadaan wanita.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

KPK telah berhasil menjadikan Irwandi sebagai “icon” korupsi Aceh yang terkait dengan kegagalan pembangunan dan penyalahgunaan Dana Otonomi Khusus Aceh.

Simpati publik Aceh kepada Irwandi meluntur perlahan seperti daun di musim gugur ketika menerima berita kasus korupsi Sabang itu.

Sekalipun publik Aceh tidak begitu peduli dengan praktek poligami pemimpin, namun ketika ada perempuan beririsan dengan uang dan kekuasaan, bagaimanapun baiknya, ceritanya menjadi lain.

 
Seperti diketahui semenjak perdamaian Aceh, hanya satu dari empat pemimpin Aceh -Zaini Abdullah, yang tidak mempraktekkan poligami.

Selebihnya menuruti istilah perbincangan “sarkastis” kaki lima, “lagee biasa” (ya begitulah).

Kepercayaan publik kepada pemimpin langsung menjadi sirna seketika.

Dalam pemberitaan media pada masa itu, setiap ada kata Irwandi, ada pula kata Burase.

KPK dalam komunikasi medianya mampu menjadikan Steffy Burase seolah sebagai pembuka “biang kerok” keburukan Irwandi.

Kejadian seperti itu mengingatkan praktek rezim Orde Baru menjadikan “geisha”-pelayan bar Jepang, Dewi Sukarno sebagai pintu pembuka untuk menyerang presiden Sukarno sebagai biang dari segala keburukan negara pada waktu itu.

Dewi Sukarno memang menjadi isteri Sukarno.

Sama seperti kasus Sukarno, sebagian masyarakat Aceh sedih, marah, dengan kasus yang melibatkan wanita itu.

Irwandi mulai ditinggalkan. 

Tak cukup dengan dakwaan kasus Marathon Sabang- gratifikasi DOKA 2018 Bener Meriah, Irwandi ditimpa lagi dengan dua gratifikasi lainnya, dalam satu berkas gugatan. Pertama, melalui pengusaha Bireun Mukhlis, sebesar 4,42 miliar, melalui Steffy Burase sebedsar 568.080 juta, dan dua kawan baik Irwandi, Samsul Bahri -Tiyong, dan Nizarli sebesar3,72 milliar

KPK menimpa lagi dakwaan ketiga.

Irwandi didakwa menerima gratifikasi bersama Izil Azhar (Ayah Merin) dari kasus BPKS Sabang sebesar Rp32,454 miliar.

Dakwaan itu seolah menjadi “godam” penutup untuk Irwandi yang terkesan koruptor yang “sangat sempurna”.

Ketika ia dituntut di pengadilan, jaksa merinci jumlah uang yang diduga diterima Irwandi selama menjabat periode 2001-2012 dan 2017-2018 hingga mencapai total Rp 41,7 miliar.

Jumlah menjadi sangat lengkap karena juga terkait dengan “skandal” seorang wanita cantik.

Karena kasus itu pula, KPK mendapatkan point tehebat dalam sejarah karena berhasil membekuk gubernur “mantan pemberontak” dari kawasan konflik terlama dan terhebat dalam sejarah Republik Indonesia.

Narasi kebaikan eks kombatan GAM  yang sebelumnya digambarkan patriotis, dengan sejumlah kontradiksi kelemahan lainnya selama ini di lapangan, kini terbantah sudah.

Awalnya Irwandi divonis 8 tahun penjara pada 2018 oleh pengadilan Tinggi Jakarta, kemudian  dikurangi oleh Mahkamah Agung (MA) menjadi 7 tahun penjara, dan diharuskan membayar denda 300 juta rupiah, subsidier tiga bulan kurungan.

MA beralasan Irwandi telah berjasa untuk Indonesia.

Pada hari Kamis 15/10/20 secara resmi  presiden Jokowi memberhentikan Irwandi Yusuf dari jabatannya sebagai Gubernur Aceh 2017-2022.

Irwandi resmi bebas dari penjara setelah mendapatkan program bebas bersyarat pada Selasa (25/10).

Irwandi  dikeluarkan dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Ia telah menjalani 2/3 dari masa pidana, dan semenjak saat itu ia telah berobah status dari “narapidana” menjadi “klien permasyarakatan.”

Tak lama ia menghirup udara bebas, dalam sebuah kesempatan, ia membuat sebuah pernyataan kepada sekelompok masyarakat yang membuat publik tersentak.

Statemen itu juga direkam dalam video, bahwa pemenjaraannya semenjak 2018 sampai dengan pembebasan bersyarat pada Oktober 2022, terkait masalah politik.

Kasusnya kemudian disebutkan terkait dengan seorang pejabat tinggi negara, tanpa menyebut namanya.

Dalam waktu yang tak berapa lama, kurang dari dua minggu, Ayah Merin, buron kasus dermaga Sabang, yang disangka publik telah bebas, karena pengadilan telah memvonis bebas Irwandi pada pengadian 2018, ditangkap dan dibawa ke Jakarta.

Tak lama setelah itu Irwandi dipanggil sebagai saksi, dan kini terbuka lebar Irwandi bakal berobah lagi statusnya.

Yang menjadi pertanyaan besar kemudian, apakah Merin akan ditangkap seandainya Irwandi tidak “membuat” tuduhan itu?

Ironisnya, Merin selama lebih tiga tahun terakhir diketahui publik bebas berkeliaran di Banda Aceh dan Sabang, sementara KPK pura-pura tidak tahu terhadap Merin selama tiga tahun itu.

Ini adalah sebuah teki teki yang hanya KPK bisa memberikan jawabannya.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved