Breaking News

Kupi Beungoh

Hambat Hak Politik Mantan GAM, Wujud Pola Pikir Naif dan Anti-demokrasi

Hak-hak dasar politik di antaranya adalah hak mengemukakan pendapat, hak berkumpul, dan hak berserikat.

Editor: Amirullah
ist
Dr. Nurlis E. Meuko (Nurlis Effendi) adalah Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Aceh. 

Oleh: Dr. Nurlis E. Meuko*)

SEBUAH narasi yang menggelitik muncul dari Pimpinan Dayah Babul Magfirah Cot Keueng, Aceh Besar, Masrul Aidi.

Dia menyebutkan bahwa para kombatan GAM tak perlu duduk di meja politik.

Bahkan secara khusus jarinya menunjuk ke Partai Aceh, meski kombatan GAM berpolitik bukan hanya di Partai Aceh dan juga ada di partai nasional.

Ketika menunjuk Partai Aceh, maka sebetulnya dapat dilihat kemana arah komunikasi yang jadi sasarannya.

Itu kekhususnya makna yang hendak disampaikan, secara umum adalah seluruh kombatan yang kini membangun karier politiknya di berbagai partai politik.

Satu kalimat larangan politik untuk kombatan GAM saja sudah menunjukkan sikap anti-demokrasi dan sangat sektarian.

Baca juga: Ngidam Bonceng Motor Polisi, Ibu Hamil 3 Bulan Ini Bikin Heboh di Jalanan

Baca juga: Warga Tionghoa Ucapkan Dua Kalimat Syahadat di Masjid Al Jihad Montasik

Akan lebih bijak jika Masrul Aidi juga menyampaikan kelimat yang serupa untuk kelompok lain yang semula rajin menjajakan proposal dari pintu ke pintu kini  bernafsu berpolitik hanya untuk membidik anggaran, dengan anggapan jika duduk sebagai legislatif atau eksekutif maka akan mudah mengambil anggaran.

Kendati demikian, menghambat orang-orang ini berpolitik juga adalah sikap yang menyimpang demokrasi.

Apalagi kemudian dilanjutkan dengan kalimat yang sangat merendahkan martabat orang lain, yaitu: “Seharusnya mereka mangamankan diri saja.  Butuh apa? Istri? Uang? Semua akan dikasih. Tapi berikan politik dikuasai oleh orang-orang yang ahli di dalam bidang politik. Tidak perlu turun langsung. Sampai ke sana harus diajarkan.” Ucapannya disampaikannya ketika menjadi narasumber Focus Group Discussion bertema Siapa Aktor di Balik Revisi Qanun LKS, di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Kamis 1 Juni 2023.

Kalimat Masrul Aidi itu terkesan memaksakan pendapat tanpa dasar dan terlalu berlebihan. Kalimat tanpa didasari pemikiran yang jernih dan sehat serta tanpa melihat implikasinya.

Bahkan, Masrul Aidi sendiri tak akan mampu memberi jawaban terhadap pernyataannya tersebut.

Jika demikian adanya, maka cerminan dari ucapan tersebut dapat dikatakan wujud kehendak pribadi yang ingin mendapat tahta, harta, dan wanita.

Semestinya ketika berada dalam ruang publik dan melakukan komunikasi publik, maka memilih diksi yang benar-benar sehat dan mendidik. Sehingga segala ucapan tidak mengotori ruang publik.

Apalagi setiap kata dan kalimat yang terurai kini dapat menjadi jejak digital yang menghiasi kehidupannya sepanjang masa. Apakah Masrul Aidi sedang berpolitik? Tentu pertanyaan itu mudah menjawabnya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved