Kupi Beungoh
Kita, Rohingya dan Junta Militer Myanmar
Contoh terkini adalah masalah kedatangan para pengungsi Rohingya, dan pencari suaka politik asal negara Myanmar, yang menyebar ke berbagai negara lain
Ini mengharuskan Junta Militer bersedia membangun dialog damai dengan seluruh kelompok perlawanan sipil dan kelompok perlawanan etnik, yang kini tumbuh subur di Myanmar, bukan hanya dengan kelompok perlawanan yang mewakili Rohingya atau Arakan.

Pengalaman Pengungsi Vietnam
Sesungguhnya, negara-negara ASEAN sudah punya pengalaman menanggani pengungsi Vietnam , tentu bersama UNHCR. Indonesia termasuk yang disinggahi manusia perahu pada 1975.
Merujuk pada Pasal 1 Statuta UNHCR, ada tiga opsi yang ditawarkan, yaitu pemulangan sukarela, penempatan di negara ketiga, dan integrasi lokal.
Dan, merujuk pada salah satu isi Bangkok Statement 21 Februari 1979 disepakati untuk menyediakan tempat penampungan sementara sebelum akhirnya dipulangkan atau dikirim ke negara ketiga.
Baca juga: Israel Belum Mencapai Kemenangan, Tamer Qarmout: Hamas Masih Kuat, Mitos Kalau Israel Kuasai Gaza
Sedangkan untuk pembiayaan pengungsi menjadi tanggungjawab UNHCR. Indonesia saat itu memberikan otorisasi untuk mendirikan pusat pemprosesan pengungsi di Pulau Galang.
Ada 170 ribu pengungsi hingga saat kamp itu ditutup pada tahun 1996.
Menteri Luar Negeri kala itu Muchtar Kusumatmadja di Manila (15 Februari 1979) bahkan ikut menekan Vietnam agar ambil bagian dalam menanggani masalah pengungsi.
Bahkan Amerika yang dipandang sebagai pihak yang ikut terlibat dalam perang ditekan untuk ikut aktif memukimkan para pengungsi sebab keperbihakan Amerika disebut menjadi pemicu terjadinya pengungsian.
Konsensus ASEAN
Dengan pengalaman tersebut, cukup untuk menjadi pemandu bagi pemerintah mengambil langkah cepat sehingga pengungsi tidak lagi dihadapkan dengan masyarakat.
Pada tingkat ASEAN, Lima Poin Kesepakatan KTT ASEAN ke-43 perlu ditindaklanjuti khususnya terkait poin ketiga:
Ditegaskan, KTT ASEAN mengecam keras peningkatan kekerasan di Myanmar yang telah menyebabkan penderitaan warga sipil di negara tersebut.
Pemimpin ASEAN kuga menegaskan kembali pentingnya Konsensus Lima Poin sebagai kerangka kerja utama ASEAN dalam mengatasi krisis di Myanmar.
Baca juga: Pengakuan Gadis Hindu yang Sekolah di Aceh, Temannya Baik Semua dan Mau Bergaul
Meskipun belum ada kemajuan yang signifikan, ASEAN berkomitmen untuk terus bekerja menuju solusi damai dan komprehensif.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.