Kupi Beungoh
Kita, Rohingya dan Junta Militer Myanmar
Contoh terkini adalah masalah kedatangan para pengungsi Rohingya, dan pencari suaka politik asal negara Myanmar, yang menyebar ke berbagai negara lain
Sebelumnya, pada KTT ASEAN ke-42, terkait konflik Myanmar Presiden RI Joko Widodo menyampaikan kesimpulan berikut:
Jokowi menegaskan bahwa pencederaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan tidak bisa ditoleransi dan five point consensus memandatkan ASEAN harus engage dengan semua stakeholders.
“Inklusivitas harus dipegang kuat oleh ASEAN karena kredibilitas ASEAN sedang dipertaruhkan," kata Jokowi kala itu.
Lalu Jokowi mengatakan bahwa Indonesia siap berbicara dengan siapa pun termasuk dengan junta dan seluruh stakeholders di Myanmar untuk kepentingan kemanusiaan.
Solusi Tiga Opsi
YARA mendorong pihak UNHCR perlu mengulang lagi pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN sebagaimana yang pernah dilakukan di Bangkok pada 21 Februari 1979 yang menghasilkan Bangkok Statement.
UNHCR juga perlu mengulang semacam Konperensi Geneva tahun 1989 yang dihadiri 70 negara yang melahirkan Comprehensive Plan Action yang membangun saling komitmen antara negara-negara di Asia Tenggara, negara ketiga dan juga Vietnam.
Untuk mengakhiri pengungsi Rohingya yang terus membanjiri negara-negara di Asia Tenggara juga perlu komitmen, saling dukung, dan saling bantu semua pihak termasuk Myanmar.
Baca juga: Kasihan Lihat Etnis Rohingya, Fitrah Beri Makanan dan Softex,Warga Kasih Pakaian Untuk Bayi & Wanita
Masyarakat Aceh juga tidak bisa berlepas diri dari problem yang terjadi diberbagai belahan dunia.
Sebagai daerah yang pernah dilanda konflik kekerasan dan otoritarian kekuasaan Aceh juga pernah mengalami pengungsian internal bahkan hingga pengungsian ke luar negeri.
Bahkan, tidak kurang pula dari warga Aceh yang mencari suaka politik ke berbagai negara melalui dukungan UNHCR.

Di Malaysia, ratusan warga Aceh pernah punya pengalaman diburu oleh petugas untuk dipulangkan hingga menimbulkan tragedi Semenyih tahun 1998 yang menjatuhkan korban 24 tewas dan ratusan luka-luka.
Bahkan, ada di antara warga Aceh yang karena alasan politik menolak MoU Helsinki masih memilih menetap di luar negeri.
Bisa dibayangkan jika negara-negara menerapkan politik menutup diri terhadap orang asing, pasti akan menimbulkan pelanggaran HAM yang lebih parah lagi.
Baca juga: Panglima Laot Minta Nelayan Awasi Kapal Asing Rohingya Masuk ke Perairan Aceh Barat
Jika ada kesepakatan dan saling dukung maka tiga opsi bisa ditawarkan oleh UNHCR kepada pengungsi yaitu pemulangan sukarela, penempatan di negara ketiga, dan integrasi lokal.
Jika UNHCR tidak segera mengulangi pengalaman menanggani pengungsi Vietnam maka semua pihak akan mengalami beragam kesulitan karena sekarang semua orang dapat menyuarakan berbagai pandangan dan sikapnya melalui media sosial.
Ditengah mudahnya mengalir ragam hoax, maka penangganan pengungsi akan makin rumit yang akhirnya akan dipakai sebagai “senjata” politik.
Pada akhirnya, yang terjadi justru benturan antar warga, padahal aktor kunci penangganan pengungsi adalah penguasa yang berkerjasama dengan badan-badan PBB, seperti UNHCR dan IOM, tentu dengan dukungan kita semua.
*) PENULIS adalah Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hukum, USK dan Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.