Kupi Beungoh
Problematikan Zakat Fitrah dan Zakat Mal
Ketidaktransparan dalam pengumpulan dan distribusi zakat juga menjadi masalah serius yang perlu diatasi.
*) Oleh: Prof. Dr. H. Muhibbuththabary, M.Ag
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki peran penting dalam menjaga keadilan sosial dan redistribusi kekayaan dalam masyarakat.
Zakat adalah kewajiban bagi umat muslim yang mampu untuk memberikan sebagian harta mereka kepada yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin, orang yang terlilit utang, dan lainnya.
Pengelolaan zakat menjadi hal yang krusial dalam memastikan dana zakat disalurkan dengan tepat, efektif, dan efisien kepada penerima yang berhak (Lihat: Risnawati dkk, dalam: INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research).
Sebagai rukun Islam yang ketiga, zakat juga melambangkan sikap kepatuhan dan integritas seorang muslim terhadap ajaran Islam.
Manakala seorang muslim patuh patuh kepada ajaran pokoknya, maka ia akan terjamin keberlangsungan hidupnya secara baik dan terukur sebagai muslim yang sesungguhnya. Begitu juga sebaliknya, ia akan menghadapi situasi yang dalam al-Quran disebutkan sebagai “ma’isyatan dhanka”: Surah Thaha: 124:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى ١٢٤
Artinya: Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Baca juga: Zakat Fitrah dan Tata Cara Pengelolaannya
Meskipun zakat sebagai rukun Islam yang mewajibkan setiap individu untuk melaksanakannya sesuai dengan perintah Allah SWT (Al-Baqarah : 43)
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ ٤٣
(Artinya: Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk) namun dalam kenyataannya masih memunculkan berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat.
Mulai dari persoalan yang dalam peristilahan disebut: pengumpulan dan pendistribusiannya di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya.
Fenomena ini tidak hanya dalam hal zakat mal yang dianggap oleh sebagian umat masih tabu, tetapi juga zakat fitrah yang diwajibkan pada setiap individu pada dan menjelang akhir ramadhan berjalan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rusydiana dkk (2017) bahwa masalah zakat saat ini masih dihadapkan pada berbagai persoalan, terutama di BAZNAS sendiri yang dipandang belum optimal dilihat dari sudut pengumpulan, pengawasan dan managemen yang belum kuat dan dinamis.
Baca juga: Momentum Menguatkan Pelayanan Publik
Secara umum, pengelolaan zakat di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan.
Salah satu permasalahan yang terjadi adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar zakat dan menyisihkan sebagian hartanya.
Hal ini menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar zakat masih rendah, sehingga potensi zakat yang dapat dikumpulkan juga terbatas.
Selain itu, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat juga menjadi hambatan dalam pengumpulan dan distribusi zakat.
Terdapat keraguan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana zakat, yang berpotensi merugikan para donatur dan penerima zakat.
Ketidaktransparan dalam pengumpulan dan distribusi zakat juga menjadi masalah serius yang perlu diatasi.
Demikian juga dikaitkan dengan zakat di Aceh yang dari sudut pandang regulasi sudah ada dan memadai. Hal ini ditandai lahirnya Qanun Baitul Mal nomor: 10 tahun 2018.
Dalam qanun ini secara eksplisit memberikan kewenangan yang penting kepada Baitul Mal dalam upaya pengelolaan zakat di Aceh secara maksimal dengan tujuan sesuai dengan prinsip syar’i, mulai dari tata kelola, pengawasan dan pengembangan.
Baca juga: Guru Harus Growth Mindset
Saat in, meskipun Baitul Mal dalam perjalanannya masih menghadapi berbagai kendala pengelolaan, terutama pada sisi pemahaman, kesadaran dah bahkan truth masyarakat terhadap lembaga ini, namun dapat dikatakan bahwa Baitul Mal sudah berjalan baik dan profesional yang ditandai bahwa dari tahun ke tahun senantiasa beranjak grafiknya, terutama zakat mal yang terkumpul mencapai ratusan millyaran dari para muzakki.
Fenomena ini, tentu harus menjadi perhatian semua pihak dalam rangka mengajak dan mendorong muzakki untuk rela menyisihkan sebagian hartanya (zakat) sejalan dengan prinsip ajaran agama Islam sebagai panduan utuh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setidaknya, ada dua dimensi yang dipandang sebagai penguatan setiap individu, yaitu memperkokoh komitmen keimanannya kepada Allah SWT sebagai Sang Pencipta (teosentris) dan meneguhkan prinsip kemanusiaan (antroposentris) berlandaskan kepada: bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat kepada yang lain.
Wallahu ‘Alam Bi al_Shawab
*) PENULIS Prof. Dr. H. Muhibbuththabary, M.Ag adalah Wakil Ketua MPU Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DISINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.