KUPI BEUNGOH

Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh -Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian XIV

Ketika rezim Orde Baru tumbang setelah 32 tahun berkuasa, ketiga provinsi itu telah melangkah jauh ke depan meninggalkan banyak provinsi lain

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Muzakir mencari bentuk pengganti “ afirmasi” dirinya dan Aceh dengan pemerintah pusat tidak melalui Golkar. Bersama tehnokrat Darusakam ia membangun dua lembaga strategis “ made in Aceh” yang kemudian diterapkan secara nasional.

Tantangan pemenangan Golkar di Aceh sebagai bentuk ketersambungan konkrit, bahkan kepatuhan kepada pemerintah pusat- dalam hal ini Soeharto- dikonversikan oleh Muzakir kedalam bentuk “respon kreatif” melalui dua lembaga strategis itu yang kemudian menjadi milik nasional.

Bentuk respons kreatif lain yang tercatat paling spektakuler dan membuat momentum pembangunan Aceh mengalami lompatan adalah ketika Aceh diperintah oleh gubernur Ibrahim Hasan.

Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, dan Empat “Provinsi Pemberontak” - Bagian XI

Ibrahim yang lama menjadi Rektor yang sekaligus merangkap Kepala Bappeda Aceh mempunyai catatan lengkap, sekaligus observasi politik dan pembangunan Aceh semenjak kepulangannya ke Aceh pada awal tahun Orde Baru.

Ibrahim baru menjadi Gubernur setelah menjadi petinggi di Bulog -Badan Urusan Logistik . Selama beberapa tahun ia menjadi deputi kabulog Letjen Bustanil Arifin, putera Minang Aceh, asal Idi Aceh Timur.

Ketika ia diangkat menjadi gubernur Aceh pada 1986, ia hanya melihat satu terobosan utama yang dapat mengeluarkan Aceh dari ketertinggalannya . Terobosan itu adalah Golkar harus menang di Aceh.

Ibrahim tidak main-main. Ia segera berganti baju dari ilmuwan dań birokrat handal menjadi politisi ulung. Semenjak ia dilantik sampai dengan hari pemilihan umum, tiada hari yang ia lewatkan tanpa ajakannya agar publik memenangkan Golkar, sesuatu yang tak pernah dilakukan oleh gubernur sebelumnya.

Ia masuk kampung keluar kampung, bertemu dengan ulama dan tokoh masyarakat dan publik, untuk meyakinkan pembangunan Aceh besar-besaran hanya didapatkan kalau Golkar menang di Aceh. Dalam beberapa pertemuan dengan tokoh-tokoh penting daerah ia sering mengbaratkan partai politik Indonesia dan “tauke” yang dikaitkan dengan logika dagang Aceh.

Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Pendidikan Aceh Menuju PISA- OECF? - Bagian IX

Ibrahim menyebutkan semua partai politik -PPP, PDI, dan Golkar,- taukenya itu pak Harto. Golkar itu miliknya pak Harto,dan sedangkan PPP dan PDI itu ibaratnya “toke bangku” yang semua pembeliannya juga akan disetor ke pak Harto.

Kalau mau dapat laba besar kenapa harus ke toke bangku, kenapa tidak ke tauke besar saja. Ya Golkar ya pak Harto.

Pemilu 1987 Aceh membuat sebuah terobosan besar. Ibrahim berhasil meyakinkan masyarakat Aceh untuk memilih Golkar, dan memang, akhirnya Golkar menang 52 persen. Lampu Golkar yang dihidupkan oleh Ibrahim Hasan setelah 20 tahun tak menyala membuat Soeharto mendapatkan energi penuh dan total.

Sebagai presiden yang menomorduakan politik dan demokrasi, dan menjadikan pembangunan sebagai “ideologi” telah komplit.

Soeharto merasa telah mendapatkan mandat penuh untuk melanjutkan misinya, hatta dari daerah yang terkenal “keras” dan sejarah tradisi perang panjang dan melelahkan sekalipun.

Kemenangan Gokar di Aceh pada tahun 1987 membuat capaian Soeharto kini menjadi sejarah penting dirinya dan bahkan pemerintah dan negara.

Bagi Soeharto, kemenangan itu seolah membuat Aceh seakan kembali ke pangkuan ibu pertiwi kali kedua setelah pemberontakan DI/TII selasai.

Baca juga: Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 - VI: Gen Z dan Alpha, Literasi dan Numerasi Abad 21

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved