Opini
Mencetak Keterampilan Kepemimpinan pada Anak: Peran Orang Tua sebagai Kunci Utama
Ini bukan bentuk empati, melainkan tekanan teman sebaya yang merusak rasa percaya diri, tanggung jawab pribadi, dan pendidikan keuangan pada anak.
Di Aceh, pola asuh masih didominasi gaya tradisional dan otoriter. Nilai agama dan budaya yang kuat seharusnya tidak menjadi penghambat, tetapi justru bisa dikombinasikan dengan pendekatan modern yang lebih humanis.
Saya tak bisa melupakan kejadian di Suzuya, salah satu supermarket terbesar di Banda Aceh tahun 2024. Saat itu, seorang nenek dengan balita di lorong yang sama dengan saya dan Axelle.
Saat si kecil berjalan terhuyung, sebuah barang jatuh dari rak. Reaksi nenek itu mengejutkan saya—tanpa ragu, ia menampar tangan mungil anak itu keras sekali, PLAAK! PLAAK!!
Bukan hanya tamparan yang mengiris hati, tetapi juga kata-kata yang keluar dari mulutnya, "Kamu JAHAT sekali! Jahat sekali!! Jahat!!" Ia mengulang kata itu berkali-kali sambil terus menepuk tangan anak tersebut, seolah ingin memastikan saya mendengarnya.
Lebih parah lagi, ia melirik ke arah saya, seakan mencari validasi bahwa ia telah melakukan hal yang benar.
Bagaimana mungkin seorang anak yang masih belajar memahami dunia sudah dicap ‘jahat' oleh orang terdekatnya sendiri?
Kebutuhan Pemimpin di Indonesia dan Dunia
Indonesia sedang menghadapi krisis kepemimpinan. Sebuah studi di jurnal Universitas Islam Riau juga menyoroti betapa pentingnya pendidikan dan pola asuh dalam membentuk karakter pemimpin masa depan.
Secara global, dunia membutuhkan pemimpin yang adaptif, berintegritas, dan berpikir kritis. Jika kita tidak mulai dari rumah, dari mana lagi? Bagaimana dengan Aceh?
Anak-anak kita bukan hanya butuh orang tua yang mendidik, tetapi juga yang menginspirasi. Kita tidak hanya membesarkan anak, kita sedang mencetak pemimpin. Mulai hari ini, mari kita jadikan rumah kita sebagai sekolah kepemimpinan pertama bagi anak-anak kita.
Siapkah kita? Atau kita hanya akan terus mewariskan pola lama dan berharap hasil berbeda?
Albert Einstein pernah berkata, 'hanya orang gila yang melakukan hal yang sama berulang kali dan mengharapkan hasil yang berbeda'.
Bagaimana dengan Aceh, apakah Aceh sudah siap untuk membuat label baru, yang lebih membangun daripada ‘Aceh Pungo’? (*)
*) Penulis Home Education Specialist, Advokat Keberagaman, Publik Speaker, Anggota Aceh Australian Alumni (AAA), dan founder SuperSchool.ing
email: frida.pigny@gmail.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.