Kejagung Sita Rp11,8 Triliun Uang Kasus Korupsi Ekspor CPO Wilmar Group, Siapa Pemilik Wilmar Group?
Secara keseluruhan ada Rp 11.880.351.802.619 uang yang dikembalikan lima korporasi di bawah naungan Wilmar Group ke Kejagung
SERAMBINEWS.COM - Tumpukan uang pecahan Rp 100.000 menggunung di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Jika dihitung, tingginya mencapai dua meter di sejumlah sisi, dengan jumlah mencapai Rp 2 miliar.
Namun, uang yang asal usulnya berasal dari penyitaan kasus yang menyeret Wilmar Group itu belum semuanya dipamerkan oleh Kejagung.
Sebab, ada Rp 11,8 triliun lain yang disita penyidik dalam kasus ini.
“Barangkali, hari ini merupakan konferensi pers terhadap penyitaan uang, dalam sejarahnya, ini yang paling besar (angka penyitaan dan jumlah barang buktinya),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
Secara keseluruhan ada Rp 11.880.351.802.619 uang yang dikembalikan lima korporasi di bawah naungan Wilmar Group ke Kejagung terkait kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) periode Januari 2021 hingga Maret 2022.
Kelima entitas Wilmar yang menjadi terdakwa adalah:
-PT Multimas Nabati Asahan
-PT Multinabati Sulawesi
-PT Sinar Alam Permai
-PT Wilmar Bioenergi Indonesia
-PT Wilmar Nabati Indonesia
Baca juga: Tumpukan Uang Sitaan Wilmar Group 11,8 Triliun Bak Gunung, Kejagung Sebut Terbanyak dalam Sejarah
Nyaris hilang
Uang tersebut tadinya nyaris hilang, usai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle rechtsvervolging dalam perkara a quo.
Melansir laman resmi Mahkamah Agung (MA), tiga korporasi yang terlibat dalam perkara ini, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, dibebaskan dari semua tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam putusannya, majelis hakim menyebut ketiga terdakwa terbukti melakukan perbuatan hukum sebagaimana dakwaan JPU.
Tapi, perbuatan para terdakwa ini dinyatakan bukan suatu tindak pidana.
Para terdakwa kemudian dibebaskan dari semua dakwaan JPU, baik primair maupun sekunder.
Belakangan, putusan itu berbuntut panjang.
Tiga hakim yang menyidangkan perkara itu, Djuyamto (hakim ketua), Agam Syarif Baharuddin (hakim anggota), dan Ali Muhtarom (hakim ad hoc), ditetapkan sebagai tersangka usai diduga turut menikmati uang suap atau gratifikasi bersama Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp 60 miliar.
Ketiga hakim itu diduga mendapat imbalan Rp 22,5 miliar atas putusan yang mereka buat.
Diserahkan ke MA
Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno mengatakan, uang yang telah dikembalikan Wilmar Group itu akan dimasukkan ke dalam memori kasasi untuk diserahkan kepada Mahkamah Agung.
Sutikno menegaskan, kasus CPO masih belum berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
Oleh karena itu, ia berharap uang yang disita ini dapat memperkuat berkas jaksa di level kasasi.
“Memasukkan uang yang telah kami sita tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh hakim agung yang memeriksa kasasi,” kata Sutikno.
Ia berharap majelis hakim kasasi dapat mempertimbangkan uang yang telah disita sebagai kompensasi dari kerugian negara yang ditimbulkan oleh Wilmar Group cs.
“Uang tersebut supaya dikompensasikan untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi yang dilakukan para terdakwa korporasi,” lanjutnya.
Minta 2 korporasi lain ikuti jejak Wilmar Group
Sementara itu, Sutikno juga berharap agar dua perusahaan lain yang turut divonis lepas di tingkat pertama, yaitu Permata Hijau Group dan Musim Mas Group, dapat mengikuti jejak Wilmar Group mengembalikan uang.
Sebagai informasi, dalam tuntutannya, jaksa menuntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar masing-masing kepada setiap terdakwa korporasi.
Selain itu, mereka juga diminta membayar pidana tambahan dengan jumlah berbeda-beda.
Korupsi Ekspor CPO Wilmar Group sebesar Rp 11,88 triliun, Musim Mas Group sebesar Rp 4,89 triliun, dan Permata Hijau Group sebesar Rp 937,5 miliar.
Sutikno mengatakan, dua korporasi ini masih mengupayakan pengembalian kerugian negara yang dimaksud.
“Mereka sedang berproses, kita harapkan mereka akan mengembalikan secara utuh juga,” kata Sutikno lagi.
Baca juga: Jaksa Tuntut Terdakwa Korupsi SPP PNPM, Empat Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Juta
Siapa Pemilik Wilmar Group?
Wilmar Group merupakan perusahaan multinasional di sektor agribisnis dan minyak sawit yang didirikan pada 1991 oleh dua pengusaha besar: Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus.
Perusahaan pertama mereka adalah Wilmar Trading Pte Ltd di Singapura, yang saat itu hanya memiliki lima karyawan dan modal awal sebesar 100.000 dollar Singapura.
Tak lama kemudian, Wilmar mendirikan perkebunan kelapa sawit pertamanya di Sumatera Barat seluas 7.000 hektar melalui PT Agra Masang Perkasa (AMP).
Ekspansi kilang dan akuisisi pabrik terus dilakukan di berbagai daerah seperti Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan.
Pada awal 2000-an, Wilmar mulai memasarkan minyak goreng merek sendiri, seperti Sania.
Pada 2005, mereka mengakuisisi PT Cahaya Kalbar Tbk, produsen lemak dan minyak khusus untuk industri makanan.
Lalu, pada 2006, Wilmar Trading Pte Ltd berganti nama menjadi Wilmar International Limited dan melantai kembali di Bursa Singapura.
Jejak Wilmar Kini
Saat ini, Wilmar Group menjadi salah satu pemain utama dalam industri kelapa sawit global.
Hingga 31 Desember 2020, total lahan tanam yang dimiliki mencapai 232.053 hektar, dengan 65 persen berada di Indonesia.
Lokasi perkebunan mencakup Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Sisanya tersebar di Malaysia, Uganda, dan Afrika Barat.
“Di Indonesia, perkebunan kami berlokasi di Sumatera, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah (wilayah selatan), sedangkan di Malaysia berada di Sabah dan Sarawak,” tulis Wilmar dalam laporan resminya yang dikutip Rabu (18/6/2025).
Wilmar juga mengelola lebih dari 35.000 hektar lahan di bawah skema petani kecil serta bekerja sama dengan mitra petani di Afrika dan Indonesia.
Selain memproduksi minyak sawit mentah, Wilmar adalah produsen minyak nabati kemasan terbesar di dunia. Di Indonesia, produk seperti Sania, Fortune, Siip, dan Sovia adalah merek-merek minyak goreng yang berasal dari Wilmar.
Tak hanya itu, Wilmar juga memiliki lini bisnis pangan lain, seperti beras, tepung, mie, hingga bumbu masak. Bahkan di sektor pupuk, Wilmar termasuk salah satu pemain terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 1,2 juta metrik ton per tahun.
“Bisnis pupuk diarahkan ke sektor kelapa sawit, sejalan dengan salah satu bisnis inti Wilmar,” ungkap perusahaan.
Baca juga: Besok Jamaah Haji Aceh Bergerak ke Madinah dan Dijadwalkan Pulang Mulai 27 Juni hingga 9 Juli 2025
Baca juga: Korban Konflik Rumoh Geudong dan LSM Paska Aceh Datangi DPRK Pidie
Baca juga: Terima Kasih Petani Cabai
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Integritas dan Sistem Bercerai, Korupsi Berpesta |
![]() |
---|
Rocky Diperiksa Selama 5 Jam di Kasus Dugaan Korupsi Brata Maju |
![]() |
---|
Hendarto Bos PT SMJL Ditahan KPK, Dana Kredit Negara Rp1,7 Triliun Dipakai Judi dan Beli Aset |
![]() |
---|
Polisi Usut Dugaan Korupsi Dana Eks PNPM di Pidie Rp2,4 Miliar, Dikelola Sejak 2015 Hingga 2020 |
![]() |
---|
Profil Itong Isnaeni Hidayat, Hakim Mantan Terpidana Korupsi Diangkat Jadi PNS di PN Surabaya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.