Kupi Beungoh
Aba Yunus Woyla Santri Perintis Dayah BUDI Lamno
Aba Yunus pergi bersama Abu Zainol Pasie Aceh, seorang teman seperjalanan yang juga memiliki semangat yang sama dalam belajar
Oleh: Mustafa Husen Woyla*)
Aba Yunus bin Thaha dikenal sebagai salah satu santri awal dari Woyla yang menuntut ilmu di Lamno.
Nama lengkapnya tidak banyak dicatat, namun masyarakat dan kalangan dayah makruf menyapanya dengan panggilan Aba Yunus.
Setelah lama belajar di dayah Pasie Aceh, awal perjalanan intelektualnya dimulai tahun 1965.
Saat itu belum banyak pemuda dari Woyla yang merantau untuk menuntut ilmu agama ke luar kecamatan.
Aba Yunus pergi bersama Abu Zainol Pasie Aceh yang menetap di Kuala Bhee, seorang teman seperjalanan yang juga memiliki semangat yang sama dalam belajar.
Kepergian mereka atas anjuran Abu Bantasyam, seorang tokoh dan ulama dari Teunom yang juga dikenal sebagai ayah dari Bapak Saifuddin, akademisi Universitas Syiah Kuala di Darussalam.
Semula Aba Yunus berencana menimba ilmu ke Dayah Meunasah Blang, yaitu Dayah Abu Krueng Kalee di Aceh Besar.
Namun, karena pertimbangan jarak yang lebih dekat dan kecocokan budaya, mereka memilih ke Lamno.
Baca juga: 5 Hari 5 Malam! Gema Muharram di Dayah MUDI II Resmi Dibuka Abi MUDI
Saat Aba Yunus tiba, Dayah BUDI Lamno belum berdiri secara resmi.
Baru dua tahun kemudian, pada 4 April 1967, dayah tersebut didirikan oleh Abu H. Ibrahim bin Ishaq (alm), yang menjadi pimpinan dayah sampai tahun 1997.
Dengan begitu, Aba Yunus adalah salah seorang santri yang sudah belajar sebelum dayah ini memiliki nama dan bentuk resmi.
Perjalanan menuju Lamno tidak mudah. Mereka sempat menginap di masjid di Sabang, dan bahkan bermalam selama 35 malam di Meunasah Jangeut.
Perjalanan berat mengayuh sepada onthel dari Woyla ke Lamno, fasilitas terbatas, dan kehidupan santri yang penuh kesederhanaan tidak menyurutkan semangat belajar mereka.
Justru dari pengalaman-pengalaman seperti itu, tumbuh karakter santri yang tahan uji dan rendah hati.
Dari sebuah rekaman wawancara Aba, Aba Yunus belajar di Dayah BUDI Lamno selama delapan tahun, dari tahun 1965 hingga 1973.
Ia menimba ilmu langsung dari Abu BUDI, yang pada masa itu baru kembali dari mengaji pada ulama-ulama besar Aceh dan Padang.
Ilmu yang disampaikan masih segar, dan metode pengajaran sangat dekat dengan praktik kehidupan masyarakat.
Setelah masa awal itu, datang generasi-generasi penerus dari Woyla. Di antaranya yang dikenal luas adalah Abu Mustafa Habli, Abu Mukhtar Tanggoh, serta almarhum Abu Hasbi bin Abu Abdurani.
Disusul pula oleh Tgk. Zulhilmi bin Aba Yunus, almarhum Tgk. Sudirman Yusuf, dan almarhum Tgk. Zamzami dari Paya Dua.
Masuk ke era 1990-an hingga awal 2000-an, muncul gelombang santri baru dari Woyla yang meneruskan jejak para pendahulu.
Di antaranya adalah Waled Abdullah Arif, yang kemudian menjadi tokoh di dunia pendidikan dan dakwah.
Istrinya, Teungku Raudhah, juga merupakan putri dari Aba Yunus. Ada pula Teungku Ita Ariani dan sejumlah santri serta santriwati lain yang berprestasi dalam berbagai bidang.
Baca juga: Santri Yatim Asal Sabang Raih Peringkat Pertama di Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng Pijay
Ada juga generasi baru Woyla yang masih aktif menuntut ilmu di tanah bertuah itu, ada Beberapa nama yang menonjol antara lain:
Tgk. Ahmad Muzawir (Dek Gam) bin Aji Min dari Itam Baroh, yang pernah mewakili Aceh dalam MQK tingkat provinsi.
Tgk. Adam bin Jamadir dari Pasi Aceh, sering menjadi juara kelas dan peringkat tiga dalam MQK tingkat Kabupaten Aceh Jaya.
Tgk. Muhammad Sarza Inzirwan bin M. Sarong Yusuf dari Itam Baroh, juga sering meraih prestasi di bidang kitab kuning dan akademik.
Haul Abu BUDI ke-8
Sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi para tokoh, Haul Abu BUDI ke-8 diselenggarakan pada 13–14 Juli 2024 bertepatan dengan 7–8 Muharram 1446 H.
Kegiatan ini berlangsung di Dayah Induk BUDI Lamno, Desa Jangeut, Indra Jaya, Aceh Jaya.
Dalam rangkaian haul tersebut, diberikan penghargaan Anugerah BUDI Lamno untuk berbagai kategori tokoh yang dianggap berjasa. Di antaranya terdapat tiga nama dari Woyla, yaitu:
Tgk. H. Mawardi Basyah – Politisi Sukses 3 Periode.
Waled Abdullah Arif – Penggerak Safari Subuh dan Majelis Ta’lim.
Tgk. Mustafa Husen Woyla, S.Pd.I – Penulis dan Perintis Dakwah di Media Massa dan Hotel.
Kategori Para Penerima Anugerah BUDI Lamno 2024 selain Woyla adalah:
1. Tokoh Istiqamah Beut - Seumeubeut: Abu H. Athaillah Ishak Al-Amiry (Abu Ulee Titi)
2. Penerus Amanah Abu BUDI: Aba H. Asnawi Ramli
3. Tokoh Sentral Multitalenta Lintas Generasi: Abi H. Mustafa Thaib Peurupok, S.H., S.Ag.
4. Tokoh Pelopor dan Penggerak Majelis Zikir: Syekh Samunzir bin Husein
5. Pejuang dan Khadim Aqidah Umat: Tgk. H. Umar Rafsan Jani, Lc., M.A.
6. Da’i Penggerak Perubahan: Tgk. H. Masrul Aidi
7. Penggerak Filantropi Sosial: Tgk. Rusli Ibrahim S.Pd.I
Dari awal pendirian hingga sekarang, masyarakat dari Woyla tetap menjadikan Dayah BUDI Lamno sebagai tempat rujukan utama dalam menuntut ilmu agama.
Hubungan spiritual dan intelektual antara Woyla dan Lamno terus hidup melewati masa-masa sulit, tsunami, dan pergantian generasi.
Aba Yunus adalah bagian dari sejarah itu. Bukan hanya sebagai santri perintis, bahkan menjadi asbab masyarakat satu kemukiman bermusyawarah mendirikan dayah dibawah pimpinan Abu Ibrahim Ishak yang terkenal dengan kealimannya.
Baca juga: Disnakermobduk Aceh Latih 20 Santri Mudi Lamno jadi Tenaga Las Listrik
Ini juga menjadi bukti bahwa Dayah BUDI adalah milik warga kemukiman Lambeusoe dari tiga belas gampong.
Yakni, Ujong Muloh, Keude Unga, Mukhan, Meudang Ghon, Kuala Kereung Ateuh, Meunasah Teungoh, Ceunamprong, Meunasah Tutong, Meunasah Rayeuk, Jangeut, Babah Dua, Alue Mie, Teumareum.
Dan dari ketigabelas gampong itulah, sejarah dibentangkan. Dari lorong-lorong sunyi meunasah Jangeut, dari tapak kaki yang menyusuri jalanan tanah, dari ransel lusuh berisi kitab dan harapan lahirlah generasi yang membawa cahaya ilmu ke kampung-kampung.
Al-maghfurlah Aba Yunus bukan hanya nama. Ia adalah saksi. Ia adalah pelaku. Iya, Aba datang bahkan ketika Dayah Budi belum ada nama.
Bahkan bangunan pun belum berwujud, Ia adalah penanda bahwa Woyla pernah memulai sesuatu yang besar di tanah Lamno dengan sepeda tua, tekad, dan restu ulama.
Dan kini, ketika cahaya ilmu dari Lamno menyinari kembali kampung-kampung di Woyla, kita tahu siapa yang dahulu menyalakan suluh pertamanya. Terima Kasih Aba, Beuluah Kubu Aba Kami...!
*) PENULIS adalah Ketua Umum ISAD, Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee, Pengamat Bumoe Singet dan Tim Formatur Kurikulum Dayah Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.