Pojok Humam Hamid

MSAKA21: Indrapuri, Candi yang Menjadi Masjid - Bagian IX

Batu-batu tua Indrapuri adalah kitab terbuka yang, jika kita mau membaca, akan menceritakan kisah konversi kosmos, dari animisme, ke Hindu

|
Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Perubahan itu fisik, bukan sekadar gaya. Karena itu, Indrapuri jauh lebih kuat sebagai bukti peralihan kosmos.

Sebelum Hindu, Aceh sudah hidup dalam animisme dan dinamisme. 

Gunung dianggap sakral, batu dipercaya memiliki roh, sungai menjadi tempat bersemayam makhluk halus. 

Hindu datang, memberi sistem mitologi yang lebih kompleks. 

Indra, Wisnu, kosmos gunung Meru, lingga-yoni.

Islam kemudian masuk, membawa Allah SWT sebagai Tuhan Tunggal, nabi-nabi sebagai teladan, syariat sebagai aturan hidup.

Namun dalam praktik sehari-hari, animisme dan Hindu tidak benar-benar hilang. 

Bahkan hingga kini, di Aceh kita masih menemukan praktik yang berbau pra-Islam, doa tak terhingga di kuburan, ritual tolak bala, dan keyakinan terhadap tempat keramat. 

Indrapuri adalah simbol batu dari kenyataan sosial itu. Islam berdiri di atas Hindu, yang berdiri di atas animisme. 

Tidak ada yang benar-benar hilang, semuanya bertumpuk.

Mengapa Indrapuri  sangat penting untuk hari ini dan masa depan? 

Karena ia menunjukkan bahwa Aceh tidak lahir sebagai Islam yang murni, melainkan melalui proses panjang. 

Aceh adalah animisme yang diislamkan melalui Hindu. Batu-batu Indrapuri adalah saksi dari proses itu.

 

Pelajaran Penting

Bagi identitas Aceh hari ini, Indrapuri bisa dibaca sebagai pengingat bahwa klaim “Islam murni” sering kali adalah ilusi. 

Islam Aceh tidak murni, ia bercampur dengan Hindu, animisme, dan tradisi lokal. Dan itu bukan kelemahan, melainkan kekayaan.

Ada tiga pelajaran besar dari Indrapuri

Pertama, peradaban tidak pernah tunggal. Ia selalu bertumpuk, lapis demi lapis, dan yang lama tidak pernah benar-benar hilang. 

Kedua, perubahan agama bukan selalu berarti penghancuran. Bisa jadi ia adalah negosiasi simbolik, seperti Indrapuri

Ketiga, politik selalu membutuhkan panggung sakral. Dari Indra ke Allah, dari candi ke masjid, panggung tetap sama, yakni legitimasi kuasa.

Indrapuri adalah batu-batu yang bicara. 

Ia adalah kitab arsitektur tentang peradaban Aceh. 

Ia lebih dari sekadar masjid tua. 

Ia adalah metafora tentang bagaimana peradaban dibangun, bukan dengan penghapusan, tetapi dengan penumpukan.

Seperti Hagia Sophia di Istanbul, Indrapuri adalah simbol bahwa agama-agama tidak berdiri dalam ruang kosong, melainkan selalu mengambil alih ruang lama. 

Bedanya, di Aceh, pengambilalihan itu terasa lebih damai, dan lebih reseptif

Dan di situlah pentingnya Indrapuri

Ia mengingatkan kita bahwa Islam Aceh, betapapun kerasnya ia ingin disebut “murni,” sejatinya berdiri di atas fondasi Indra, di atas kosmos Hindu, di atas roh-roh animisme. 

Batu-batu tua itu tidak bisa dibohongi, sejarah Aceh adalah sejarah lapisan, dan Indrapuri adalah saksinya.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

Artikel dalam rubrik Pojok Humam Hamid ini menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved