Kupi Beungoh

Integritas dan Sistem Bercerai, Korupsi Berpesta

Indonesia dikenal religius, tetapi spiritualitas yang seharusnya menjadi benteng moral sering tak berdaya menghadang derasnya nafsu kuasa.

Editor: Zaenal
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr. Muhammad Nasir, Dosen Magister Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe, Pembina Yayasan Generasi Cahaya Peradaban, dan Penulis Buku Manajemen ZISWAF 

Ia menyebut bahaya “serakahnomics” yang merugikan negara hingga US$6,1 miliar per tahun, serta memimpin operasi besar membongkar 5 juta hektare sawit ilegal dan lebih dari 1.000 tambang ilegal (Reuters, AP).

Pesan ini jelas: korupsi telah merasuk hingga ke akar, tetapi perang terhadapnya tak boleh setengah hati.

Baca juga: Terbukti Korupsi Bersama, Vonis Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Lebih Ringan, Suami Lebih Berat

Politik Biaya Tinggi: Akar Sistemik

Korupsi bukan hanya lahir dari moral individu yang lemah, melainkan juga dari sistem politik berbiaya tinggi.

Riset Indikator Politik Indonesia (Burhanuddin Muhtadi, 2023) menunjukkan money politics bukan anomali, melainkan pola berulang.

Serangan fajar, patronase barang/jasa, dan praktik vote buying telah menjelma instrumen mobilisasi elektoral.

Akibatnya, pejabat terpilih terjebak logika “balik modal”, menjual jabatan, memanipulasi anggaran, hingga mengutip rente perizinan.

Fakta kelembagaan menegaskan ini: 132 sengketa Pilkada 2020 dibawa ke MK, sementara KPK mencatat 167 kepala daerah terseret korupsi sejak 2004.

Semua ini bukan sekadar potret moral individu, melainkan kegagalan desain politik elektoral kita.

Solusi harus bersifat sistemik.

Pertama, pembiayaan politik transparan: batas belanja kampanye ketat, semua donasi wajib tercatat digital, dan laporan real time dapat diakses publik.

Kedua, pengawasan berbasis forensik keuangan: audit acak di TPS rawan, pemantauan iklan daring, hingga aplikasi pelaporan cepat dengan perlindungan pelapor.

Ketiga, firewall integritas pasca-terpilih: e-procurement wajib, larangan konflik kepentingan keluarga, serta kontrak integritas eksekutif daerah dengan sanksi tegas.

Keempat, sanksi menjerakan: diskualifikasi kandidat pelaku vote buying, perampasan aset, hingga pencabutan hak politik partai.

Inilah paket reformasi yang sesuai standar OECD dan International IDEA.

Dengan langkah konkret ini, jabatan publik kembali menjadi amanah, bukan investasi.

Sistem yang Menjerumuskan, Integritas yang Rapuh

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved