Kupi Beungoh
Menggagas E-Tilang Syariah untuk Menangkal Pengumbar Aurat di Aceh
Salah satu persoalan yang masih kerap kita jumpai adalah maraknya pelanggaran terhadap ketentuan berbusana islami di ruang-ruang publik.
Selain itu, pendekatan bertahap yang diusung dari edukasi ke sanksi mencerminkan keadilan dan prinsip targhib wa tarhib (memberi motivasi dan peringatan), sehingga diharapkan lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Namun, bukan berarti wacana ini tanpa tantangan. Implementasinya tentu saja memerlukan kajian yang mendalam dan komprehensif. Beberapa hal kritis yang perlu diantisipasi antara lain: pertama, penyiapan payung hukum yang kuat, baik dalam bentuk Qanun maupun Peraturan Gubernur. Kedua, masalah teknis, seperti standarisasi kualitas CCTV, pengembangan perangkat lunak yang canggih, dan keamanan data. Ketiga, yang paling penting adalah persiapan sumber daya manusia, baik sebagai operator sistem maupun sebagai pembina bagi para pelanggar.
Untuk mentransformasikan wacana ini menjadi sebuah kebijakan yang nyata, diperlukan langkah strategis yang melibatkan sinergi lintas sektor secara solid. Pemerintah Daerah harus menjadi motor penggerak dengan memprakarsai kajian akademis yang mendalam dan menyusun road map implementasi.
Dinas Syariat Islam (DSI) bersama Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) memegang peran sentral dalam merumuskan parameter pelanggaran yang jelas, standar busana, dan materi pembinaan yang tepat.
Sementara itu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) harus menyiapkan integrasi database, dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) bertanggung jawab atas pengembangan infrastruktur teknologi informasinya. Tanpa kolaborasi ini, gagasan sehebat apapun akan sulit diwujudkan.
Pada akhirnya, tulisan ini ingin menegaskan bahwa gagasan E-Tilang Syari’ah barulah sebuah wacana awal yang ditujukan untuk memantik diskusi dan pemikiran lebih lanjut dari berbagai kalangan.
Ia adalah sebuah ikhtiar intelektual untuk mendialogkan komitmen penegakan syariat Islam dengan kemajuan teknologi, mencari titik temu yang paling maslahat bagi masyarakat Aceh.
Marilah kita bersama-sama membuka ruang dialog yang konstruktif, menimbang berbagai sisi, dan mematangkan gagasan ini. Partisipasi aktif semua pihak akademisi, ulama, praktisi hukum, dan masyarakat luas sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cara-cara yang kreatif dan efektif dalam menerapkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Dengan semangat kolaborasi, kita dapat menjaga martabat bumi Serambi Mekkah sekaligus membangun peradaban yang unggul dan diridhai Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawab.
*) PENULIS adalah Wakil Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darul Abrar Aceh Jaya
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.