Kupi Beungoh
Gubernur Aceh: Marzuki, Luhut Panjaitan, dan Ganti Kelamin Partai Aceh – Bagian V
Menurut berita berkembang, kalangan DPR Aceh pada awalnya menginventarisir tiga putra Aceh yang mempunyai kualifikasi untuk calon pj gubernur Aceh.
Apakah Partai Aceh yang memengaruhi Luhut Panjaitan ataukah Luhut yang menggunakan Partai Aceh untuk memengaruhi Jokowi.
Yang pasti, mereka satu perahu.
Nama yang mereka usung dan perjuangkan ke Jokowi hanya satu dan sudah final, Mayjen Ahmad Marzuki, yang pada saat itu belum resmi pensiun dari TNI Angkatan Darat.
Setelah diberhentikan dari Pangdam Iskandar Muda, Marzuki saat menempati salah satu posisi non eselon di Lembaga Pertahanan nasional, Lemhanas, di Jakarta.
Keseriusan Partai Aceh memperjuangkan mati-matian untuk Marzuki tidak main-main.
Kekuatan Luhut Panjaitan yang sering disebut dengan istilah sosok “satu setengah” -Jokowi nomor satu, Ma’ruf Amin nomor dua, Luhut di antara keduanya- dalam “power play” politik, pemerintahan, dan pembangunan memang tak terbantahkan.
Luhut segera saja memainkan perannya yang sangat menentukan untuk menjadikan Marzuki sebagai penjabat gubernur Aceh.
Sebelum Marzuki mendapatkan penununjukan resmi presiden sebagai pejabat gubernur Aceh, dikabarkan memang ada pertemuan Jokowi dengan petinggi Partai Aceh, atas pengaturan Luhut.
Mungkin sebagai dasar pilihan Jokowi memberikan “mandat” kepada Marzuki, ia memerlukan basis moral yang kuat.
Kepada petinggi Partai Aceh ia menyatakan “ini anda yang minta ya?”, yang kemudian dijawab oleh oleh sang petinggi dengan anggukan senyum dan kata “ya”.
Tidak ada alasan sama sekali untuk menyalahkan Ahmad Marzuki dalam mendapatkan posisi penjabat gubernur Aceh, karena konstitusi dan berbagai aturan yang ada tidak melarang hal itu terjadi.
Persoalan ia berjuang, itu adalah sesuatu yang normal.
Apakah jabatan itu prestasi, pengabdian, atau apapun namanya itu adalah capaian tertinggi yang pernah didapatkan dalam sejarah TNI di Aceh, oleh seorang mantan Pangdam I Iskandar Muda.
Banyak yang tidak tahu, paling kurang tiga mantan Pangdam iskandar Muda- Brigjen Aang Kunaifi, Brigjen Rivai Harahap, dan Mayjen Nana Narundana pernah beraspirasi, dan bahkan berjuang keras untuk mendapatkan jabatan gubernur Aceh.
Semua mereka tak dizinkan, tidak boleh, dan tidak direstui oleh presiden Soeharto.
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.