Kupi Beungoh

Kuasa Aceh: SBY dan Pertanyaan Nabi Musa kepada Nabi Khaidir - Bagian II

Lingkaran inti SBY juga menyebutkan penunjukan Mustafa lebih ditujukan sebagai penguatan moral masyarakat Aceh.

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Penunjukan Eddy oleh pak Harto juga mempunyai cerita khusus.

Baca juga: Menyoal Dalang di Balik Pembubaran Provinsi Aceh - Bagian 1

Perintah pak Harto untuk mencari pejabat Aceh eselon I di Depdagri, tidak terpenuhi, karena memang hanya satu saja orang Aceh yang menduduki jabatan eselon 2, yakni bekas Wagub Aceh, Marzuki Nyakman.

Sama dengan Sudarmo, Eddy juga menjabat sekitar 6 bulan menunggu terpilihnya gubernur baru-Irwandi Yusuf.

Penunjukan Marzuki menjadi pejabat gubernur pada Juli 2022, dalam konteks periode, bukanlah sesuatu yang biasa seperti penunjukan sebelumnya, bahkan ketika presiden Soekarno berkuasa.

Sekalipun namanya pejabat gubernur, namun masa tunggu Aceh mendapatkan gubernur baru akan terjadi pada akhir tahun 2024, bahkan bisa melangkah sampai awal tahun 2025.

Jika melihat kepada durasi waktu yang ditempuh, maka dipastikan tidak kurang, bahkan lebih dari setengah periode masa kepemimpinan gubernur yang terpilih secara formal.

Dapat dipastikan orang yang dipilih pada satu tahun periode pertama akan dapat dilanjutkan, jika saja “missi” dan tugas yang diberikan dapat dianggap terpenuhi.

Dan itu telah terbukti dengan perpanjangan masa tugas Marzuki yang baru saja terjadi beberapa hari lalu, dengan penilaian publik yang beragam.

Baca juga: Banjir Sarjana, Kering Lapangan Kerja

Apapun alasannya, dengan masa tugas dua periode pendek satu tahun, dan kemungkinan ektensi enam bulan, apa esensi pekerjaan dan judul yang pantas untuk posisi itu.

Judul atau nama yang layak diberikan adalah pejabat gubernur “rasa gubernur”.

Ini adalah sebuah jabatan yang paling strategis, apalagi untuk Aceh yang baru saja keluar dari konflik.

Tidak hanya itu, secara umum, Aceh juga telah lima belas tahun diperintah kelompok yang pernah berseberangan dengan pemerintah pusat.

Para eks kombatan telah menjadi penguasa di hampir semua tempat di Aceh, termasuk di level provinsi.

Saat ini, dari segi keamanan dan ancaman ideologi, Aceh sedikitpun tidak bermasalah.

Bahkan ada sejumlah kecil pentolan eks kombatan yang nasionalismenya sudah “overdosis”, yang ketika melihat tingkah dan ucapannya saat konflik, sama sekali terbalik 180 derajat dengan ucapan dan perbuatannya pada hari ini.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved