Kupi Beungoh
SBY dan Aceh: Memori Kolektif Tentang Damai dan Tsunami - Bagian III
Apa yang telah dikerjakan oleh SBY kepada Aceh tak mampu ditulis dengan kata-kata. Memori publik Aceh akan sangat khusus kepadanya.
Oleh: Ahmad Humam Hamid*)
Tak perlu cerita panjang tentang dua presiden- Habibie dan Gus Dur- yang mendapat tempat khusus di hati rakyat Aceh, walaupun mereka berkuasa relatif pendek, hanya sekitar satu tahun saja.
Habibie “mencabut” status DOM-darah operasi militer- di Aceh, sekaligus mengakui “kesalahan negara” terhadap ribuan korban masyarakat sipil Aceh.
Habibie berjanji untuk membuat Tim Pencari Fakta, dan janji itu kemudian ditunaikan dengan menunjuk Baharudin Lopa sebagai ketuanya.
Temuan Tim pencari fakta kemudian membuat publik nasional “shock”, terutama menyangkut dengan jumlah korban kematian, perkosaan, penyiksaan, dan kasus Rumoh Geudong.
Habibie berjanji untuk memberikan status khusus untuk pelabuhan bebas Sabang sebagai pintu keluar Indonesia bagian barat, sejakligus sebagai calon “mesin baru” penggerak ekonomi Aceh.
Baca juga: SBY dan Aceh: Tentang Kepribadian Tenang, Damai, dan Tegas I
Janji itu langsung dtunaikan hanya beberapa waktu setelah dia ucapkan.
Ia juga berjanji tentang UU Keistimewaan Aceh. Janji ditunaikan pada tahun undang-undang tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh baru 4 Oktober 1999 melalui Undang-undang Nomor 44/1999.
Ini adalah UU lanjutan 40 tahun tentang provinsi Aceh yang diberikan hak istimewa sejak 26 Mei 1959, melalui Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 1/Missi/1959.
Habibie berjanji akan membangun kereta api Aceh .
Janji itu dilaksanakan pada masa kepemimpinannya yang hanya setahun dan terbukti masih beroperasi sampai hari ini dikawasan Aceh Utara dan Bireuen.
Sayang janji itu tak dilanjutkan oleh pelanjutnya-para presiden setelah Habibie sampai hari ini.
Bagaimana dengan Gus Dur? Ia banyak berkomentar tentang Aceh baik sebelum maupun sesudah ia menjadi presiden.
Ia membayar tunai apapun yang diucapkannya tentang Aceh. Tentang perdamaiania pernah berkomentar ia “punya cara”, ia adalah tipe pemimpin “out of the box” tentang mengurus perdamaian Aceh.
Ia mengundang LSM untuk mendamaikan GAM dengan Republik. Ia mengambil cara yang tak pernah ada di negara manapun di dunia tentang bagaimana mengurus pemberontakan dalam negeri.
Jalan “out of the box” Gus Dur, kemudian di finalkan oleh SBY.
Baca juga: SBY dan Aceh: Tentang Memori Kolektif kepada Para Presiden – Bagian II
Gus Dur pernah mengucapkan akan memberikan perlakukan khusus dan pelaksanaan Syariat islam untuk Aceh.
Dalam waktu setahun ia berkuasa, Gus Dur menunaikan janjinya dengan mengajak dan bekerjasama dengan DRR-RI untuk melahirkan UU yang lebih istimewa lagi.
Sejarah kemudian mencatat, Undang-Undang Keistimewaan Aceh itu selanjutnya dijadikan landasan oleh Gus Dur untuk menjadi jalan damai Aceh.
Pada masa Presiden Gus Dur UU Nomor 18/2001 disahkan, yang membuat Aceh menjadi daerah otonomi dan nama Provinsi Aceh berubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Tentang tipe ketiga yakni para presiden yang tak pernah berjanji namun berbuat ada dua ; Suharto dan SBY.
Memori publik Aceh tentang presiden ke dua, Suharto mungkin bercampur, antara membangun, sekaligus menindas.
Ingatan tiga, paling kurang dua generasi Aceh tentang Suharto tak bisa dipisahkan dari penderitaan dan kekerasan berpanjangan.
DOM adalah kata yang berasosiasi dengannya, dan memori itu pula yang sangat sukar terhapus, bahkan terawat baik sampai dengan hari ini.
Apapun yang telah dilakukan Suharto ketika ia berkuasa, seperti membangun pendidikan, kesehatan masyarakat, infra struktur dan pembangunan pertanian dan pedesaan dan berbagai aspek pembangunan lainnya, terhapus dengan kata DOM dan konflik Aceh.
Baca juga: Pak Kun, Integritas, dan Keberuntungan Aceh - Bagian 1
Bagaimana dengan SBY?
Mungkin tak salah untuk menyebutkan SBY adalah presiden yang tak akan pernah dilupakan dan paling dicintai oleh masyarakat Aceh sampai kapanpun.
Ia adalah presiden yang mapu dan berani menempuh “jalan terjal” untuk membawa Aceh keluar dari kemelut yang luar biasa.
Ia nyaris tak penah berjanji apapun apa yang dibuat untuk Aceh ketika berkampanye menjadi presiden, selain seruan damai dan Aceh lebih baik.
SBY seakan dikirim oleh Yang Maha Kuasa-“seakan campur tangan langit” untuk menghilangkan penderitaan panjang, sekaligaus dengan “cobaan tambahan” penderitan sangat pedih bagi rakyat Aceh dengan bencana Tsunami.
SBY-JK segera dihadapkan dengan dua masalah besar yang tak mampu dibayangkan tentang “skenario akhir” Aceh pada masa itu.
Keunikan SBY justeru terletak pada kemampuanya mentransformasikan bencana tsunami menjadi “energi pengerak besar” tidak hanya untuk mengurus korban bencana, tetapi juga untuk perdamaian Aceh.
Baca juga: Pak Kun, Integritas, dan Keberuntungan Aceh – Bagian II
Mandat yang diberikan kepadanya dengan sangat piawai mampu dijadikan untuk mengakumulasi energi masyarakat global-terutama AS, Uni Eropah, Jepang,lembaga multi lateral, dan berbagai negara di dunia untuk membantu Inoenesia dan Aceh keluar dari kemelut berat dan panjang yang berpotensi tak akan berkesudahan.
Ia mampu membaca dengan cermat GAM yang mengalami “fatigue”-kelelahan yang luar biasa , seperti yang juga dialami oleh seluruh masyarakat Aceh.
Ia juga mampu membaca dengan sangat cerdas “psikologi publik nasional” yang gelisah namun sangat prihatin dan sedih melihat Aceh yang porak poranda.
Tak salah, ia mampu pula membaca “kegelisahan geopolitik ” AS dan sekutunya tentang konflik d isebuah kawasan sangat strategis- Aceh di mulut Selat Malaka dan Samudra India-dimana kekuatan militer AS sangat dominan.
Dengan sangat cermat ia menugaskan dua orang yang kemudian menjadi obat penawar dan penyembuh penderitaan Aceh.
Ia mengutus Jusuf Kala untuk mengurus “ perdamaian” dan menunjuk Kuntoro Mangkusubroto untuk pemulihan Aceh dari dari bencana tsunami.
Ia memberikan satu prinsip kepada JK. “Do whatever it takes”- kerjakan apapun yang diperlukan untuk damai Aceh , asalkan Aceh tidak lepas dari Indonesia.
Baca juga: Pak Kun, Integritas, dan Keberuntungan Aceh - Bagian III
Kepada mendiang Kuntoro ia memberikan lembaga “super body”- BRR yang hanya tunduk dan melapor kepada Presiden.
Ia seakan memberikan status ‘republik kecil” kepada BRR dibawah kepemimpinan sang gurubesar ilmu pengambilan keputusan ITB itu.
Apa yang terjadi? Yusuf Kala dan GAM, setelah perundingan alot keluar dengan MoU Helsinki yang melahirkan perdamaian dan status baru Aceh dengan status Otonomi Asimetris yang tak terbayangkan sebelumnya.
“Frankly speaking”- bicara apa adanya ala Aceh paa saat itu diimbangi oleh Frankly speaking”-bicara apa adanya Bugis. Dengan mediasi mendiang Marti Ahtisari akhirnya damai terwujud.
Kearifan SBY yang mengambil jalan terjal itu terbukti berhasil.
Bagaimana dengan Kuntoro dan BRR ?
Tak ada kata lain selain dengan segala kekurangan dan kelebihannya semua pihak menyatakan ia berhasil, bahkan berhasil dengan baik, ia sangat piawai dalam mengurus rehab rekon, baik melalui lembaga yang dipimpinnya, maupun dengan pemangku kepentingan internasional lainnya.
Salah satu faktor penting yang membuat SBY sangat benar dan tepat ketika memilih dan menunjuk Kuntoro adalah, sang ketua BRR itu memunyai integritas yang sangat tinggi yang kemudian menjadi “senjata” sekaligus “selimut” bagi BRR dari berbagai penyalah gunaan dana rehab rekon Aceh.
Apa indikator keberhasilan rehab rekon Aceh? Terlalu banyak dan panjang kalau harus menggunakan angka.
Tak ada proses rehab rekon global, semisal bencana Gujarat, Iran, atau Haiti yang sejajar dengan rehab rekon Aceh. Di tangan Kuntoro ada kepercayaan internasional yang luar biasa dalam hal pencurahan dana.
Kuntoro mampu mengerjakan lebih dari 7 miliar dolar rehab rekon Aceh-lebih dari 100 triliun rupiah jumlah hari ini.
Semua “pledge money”- dana yang dijanjikan donor direalisir mampu direalisir. Dan capaian kinerja BRR , belakangan oleh sebuah lembaga bahkan disebutkan mencapai 103 persen.
Apa yang telah dikerjakan oleh SBY kepada Aceh tak mampu ditulis dengan kata-kata. Memori publik Aceh akan sangat khusus kepadanya.
Di uianya yang sudah sangat sepuh hanya ada dua kalimat kepada rakyat Aceh dan kepada SBY.
Kepada rakyat Aceh, “maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?”.
Kepada Presiden SBY, semoga panjang umur, dikarunia kesehatan, dan husul khatimah ketika Allah SWT memanggil untuk pulang menghadapNya.
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.