Kupi Beungoh

Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029 - XVII: Aceh -Jakarta,Muzakir, Van Heutz, Pusat Kekuasaan

Kasus Kilang LNG Arun, di Blang Lancang adalah bukti sejarah betapa kedekatan penguasa daerah dengan pimpinan nasional adalah faktor yang sangat krusi

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Sosiolog dan Guru Besar USK, Prof Ahmad Humam Hamid 

Kelompok itu mendominasi kementerian EKUIN dan Bappenas. Karena mereka umumnya lulus doktoral Universitas California di Berkeley, kelompok ini di gelar dengan “Mafia Berkeley”, dengan dapur pembangunannya adalah Bappenas.

Kepada kelompok inilah pak Harto menyerahkan tugas pembangunan untuk dilakukan dengan pendekatan tehnokratis. Mereka kemudian menjadi cikal bakal tehnokrat yang membuat tradisi tehnokratik Indonesia.

Baca juga: Tak Terawat, Begini Kondisi Masjid Peninggalan Eks Gubernur Aceh Prof Ibrahim Hasan, Dibangun 2005

Terlepas baik buruknya pendekatan tehnokrasi Soeharto, Indonesia yang hari ini menjadi anggota G20, berutang pada pak Harto.

Apapun kemajuan pembangunan hari ini sama sekali tak dapat dilepaskan dari fondasi pembangunan yang dibangun rezim Soeharto selama 30 tahun lebih dengan pertumbuhan ekonomi di kısaran 7 persen pertahun.

Ketika Suharto memerintah dengan cara otoriter, maka pilihan pendekatan pembangunan yang paling ideal adalah pendekatan tehnokratis dimana pembuat kebijakan dipilih berdasarkan keahlian dan ketrampilan.

Keputusan yang dibuat didasari pada metodologi objektif, bukan berdasarkan opini publik. Apa yang dilakukan oleh Soeharto ditingkat nasional dilakukanpada tingkat lokal oleh Muzakir Walad dengan sangat cerdik.

Satu diantara “Mafia Berkeley” itu adalah Majid Ibrahim yang pulang ke Aceh menjabat sebagai Rektor USK.

Ketika Majid dan kawan-kawannya diminta oleh Muzakir untuk membantu perencanan Aceh, mereka sepakat untuk membuat sebuah lembaga baru yang bernama Aceh Development Borad-ADB.

Lembaga itu dengan kipiawaian Majid mampu membangun “pendekatan tehnokrasi” untuk tingkat lokal, dalam hal ini propinsi Aceh.

Pemerintah pusat kemudian mengambil model Aceh ini untuk diterapka di seluruh Indonesi pada tahun 1974.

Bappeda kemudian menjadi semacam Bappenas mini di tingkat propinsi, bahkan kemudian dilanjutkan dengan Bappeda tungkat kabupaten kota.

Hal lain yang mengesankan pak Harto kepada Muzakir adalah kemampuanya membangun sebuah lembaga keagamaan-islam non politis yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah.

Bagi pak Harto sebagai sebuah negara yag sangat majemuk dengan partarungan ideologi dan agama pada masa Soekarno, upaya membangun negara akan sangat tergangu bila tidak ada harmonisasi agama-utamanya agama Islam dengan pemerintah lingkungannya.

Muzakir juga merasakan hal yang sama, lebih-lebih di Aceh. Ia memanggil para pemangku kepentingan, utamanya para ulama modernis dan staf pengajar IAIN ArRaniry untuk mecari bentuk hubungan keserasian dengan tiga komponen yang kompleks.

Kompleksitas itu adalah hubungan sesama umut islam yang berlainan tradisi dan mazhab, hubungan umai islam dengan penganut agama lain, dan hubungan umat islam dengan pemerintah.

Lembaga itu bernama Majelis Permusyawaratan Ulama dengan ketua pertamanya Tgk Haji Abdullah Ujong Rimba- seorang ulama hebat lulus Ummul Aura Makkah awal abad ke 20.

Baca juga: VIDEO - Jelang Pilkada, Tujuh Partai Politik Bentuk Koalisi Meusaneut

Lembaga itu mengesankan pemerintah pusat yang sedang mencari bentuk kelembagaan yang berurusan dengan kerukunan ummat beragama-dalam hal ini terutama agama Islam Islam sebagai agama mayoritas, interaksi antar ummat beragama, dan juga hubungan ummat dengan pemerintah.

Di bawah kepemimpinan Muzakir dan dibantu oleh berbagai pemangku kepentingan lainnya, Aceh menemukan lembaga itu yang bernama Majelis Permusyawaratan Ulama.

Ketika diadopsi ketingkat nasional, lembaga itu dirobah namanya menjadi MUI-Majelis Ulama Indonesia.

Ada respon kreatif lain yang dilakukan Muzakir, terutama ketika ia berjani kepada Mobil Oil tentang bentuk keamanan.

Semenjak keputusan lokasi Kilang LNG Arun di Pemerintah pusat kemudian memutuskan untuk membentuk satuan pasukan khusus.

Satuan itu bertugas melakukan pengamanan beroperasinya produksi LNG baik dalam eksplotais maupun dalam proses di Kilang Blang Lancang.

Semenjak itu ladang Arun, Kilang LNG Blang Lancang, beberapa tahun kemudian pabrik pupuk AAF mendapat julukan proyek vital.

Artinya semua entitas eksplorasi dan industri itu dikategorikan sebagai proyek vital nasional untuk pundi-pundi keuangan negara dan pembangunan daerah. Karena nya proyek mendapatkan penugasan satuan pengamanan khusus dari TNI.

Banyak yang tak tahu, Provit- protek vital itu adalah usul Muzakir Walad yang kemudian didiskusikan secara mendalam dengan Jenderal Maraden Panggabean- Panglima TNI pada masa itu, dan Jenderal Surono-KASAD TNI. Muzakir Walad tak pernah hilang kreativitasnya.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar USK

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved