KUPI BEUNGOH
Ragam Retorika Pemimpin di Indonesia: “Ndasmu” Prabowo hingga “Bek Syeh Syoh” Mualem
Jejak digital tidak mengenal kata “maaf”. Setiap yang terucap akan terus hidup, mengendap di memori kolektif publik
Oleh: Syifaurrahmah Azhari *)
Retorika merupakan seni berkomunikasi dalam memengaruhi massa. Dalam suatu pemerintahan, ia menjadi jembatan antara negara dan warganya. Kata-kata yang diucapkan bukan lagi sekadar suara, tapi bisa menjadi janji, komitmen, harapan, bahkan “angin surga” yang akan menjadi luka yang dikenang lama.
Di era digital seperti sekarang, komunikasi pemerintahan tak dapat dipisahkan dari teknologi informasi. Segala yang terucap akan langsung tercatat, tersebar dan tersimpan.
Entah itu di media massa, media sosial seperti TikTok, IG, FB, WA, atau unggahan Twitter (X) yang viral dalam hitungan menit.
Jejak digital tidak mengenal kata “maaf”. Setiap yang terucap akan terus hidup, mengendap di memori kolektif publik.
Dunia digital tak memberi ruang untuk keliru dua kali. Satu kalimat bisa menjadi sumber kekacauan, bahan meme, atau bahkan pemicu demonstrasi yang dapat berujung pemakzulan kepala negara seperti fenomena “Arab Spring” yang berawal di Tunisia 2011.
kemudian menyebar ke berbagai negara Arab lain terutama Libya, Mesir, Suriah, Yaman, hingga Maroko.
Beruntung fenomena “Arab Spring” tidak menjadi sumber inspirasi “Asia Spring”, terutama di negara-negara Asia yang tinggi tingkat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Para pejabat pemerintahan di negara-negara yang tinggi KKN di Asia hingga kini masih dapat berleha-leha dengan kemewahan dan kepongahan.
Prabowo: Tegas yang Memecah
Presiden RI Prabowo Subianto Djojohadikusumo adalah contoh paling segar dari pemimpin dengan gaya komunikasi yang sangat khas. Latar belakang militernya memberi warna pada setiap pidato dan ucapannya: Lugas, keras, minim basa-basi.
Gaya retorika Prabowo ini efektif dalam membakar semangat nasionalisme, tapi sekaligus rentan menciptakan ketegangan.
Salah satu ucapan Prabowo yang paling disorot publik terjadi pada 19 Februari 2024 di Klaten, saat ia merespons kritik terhadap program bantuan sosial: “Ndasmu bantuan sosial tidak ada hubungannya dengan politik.”
Baca juga: Viral Prabowo Sebut Ndasmu Etik, Anies dan Ganjar Ikut Komentari, Jubir Prabowo Klarifikasi
Kata “ndasmu”—yang dalam bahasa Jawa berarti “kepalamu”—dinilai sebagian orang sebagai bentuk makian dan tidak pantas diucapkan oleh kepala negara. Ucapan tersebut menjadi viral, memancing perdebatan tentang kesopanan dalam komunikasi publik.
Di satu sisi, gaya bicara seperti ini dianggap jujur dan berani. Namun di sisi lain, ucapan seperti ini juga mencoreng wibawa institusi negara. Retorika pemimpin, suka tidak suka, adalah simbol dari kepribadian negara itu sendiri.
Mualem: Bahasa Rakyat
Di Aceh, Gubernur Muzakir Manaf (Mualem) juga menjadi sorotan karena gaya komunikasinya yang lugas dan berani.
Ia bukan hanya pemimpin, tetapi simbol dari perlawanan Aceh masa lalu, yang kini mencoba beradaptasi dalam sistem demokrasi. Retorika Mualem kerap mengandalkan sentimen lokal, bahasa rakyat, dan nuansa emosional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.