KUPI BEUNGOH
Ragam Retorika Pemimpin di Indonesia: “Ndasmu” Prabowo hingga “Bek Syeh Syoh” Mualem
Jejak digital tidak mengenal kata “maaf”. Setiap yang terucap akan terus hidup, mengendap di memori kolektif publik
Pemimpin boleh berbeda gaya, tapi tidak boleh kehilangan rasa hormat dalam berbicara. Di negeri yang sedang membangun kepercayaan publik dan merawat luka sosial, kata-kata adalah fondasi masa depan.
Untuk itu, beberapa rekomendasi penting:
1. Pelatihan komunikasi publik bagi pejabat negara secara rutin.
2. Penggunaan bahasa yang inklusif dan membumi, bukan intimidatif.
3. Transparansi komunikasi, terutama dalam kebijakan sensitif.
4. Pemanfaatan media digital sebagai ruang dialog, bukan sekadar pencitraan.
Akhirnya, kita semua berharap agar para pemimpin memahami bahwa setiap kata adalah warisan. Apa yang mereka ucapkan hari ini bisa menjadi arah masa depan bangsa.
Maka berhati-hatilah dalam bertutur, karena suara pemimpin adalah gema yang paling lama bertahan dalam ingatan rakyatnya. Semoga!
*) PENULIS adalah Mahasiswa Prodi KPI FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh |Email: syifaur127@gmail.com
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.