KUPI BEUNGOH
Mencari Jalan Terbaik untuk Geurutee:Jembatan Spiral, Terowongan, Jembatan Layang atau Revitalisasi?
Keempatnya memiliki kelebihan dan kekurangan yang patut ditimbang secara hati-hati, bukan hanya dari sisi teknis dan biaya, tetapi juga dari aspek..
Limestone juga umumnya memiliki banyak retakan dan diskontinuitas akibat pelarutan dan tekanan tektonik, yang dapat melemahkan kekuatan batuan serta menyulitkan proses pengeboran dan konstruksi.
Evaluasi geoteknik yang menyeluruh sangat diperlukan sebelum pengembangan wilayah berbatu kapur.
3. Jalan Layang
Opsi ketiga adalah Jalan layang (jalan jembatan) serperti konsep jalan tol yang dibangun menyusuri kaki Gunung Geurutee dan dibangun di atas laut.
Jalan layang ini bisa lebih aman dibanding jalan darat biasa di lereng, asal dirancang dan dibangun dengan tepat.
Namun, tetap ada risiko besar yang harus diperhitungkan karena lokasinya sangat kompleks secara geologis dan oseanografis.
Pembangunan jembatan di atas laut menawarkan keuntungan signifikan dari segi keamanan dibandingkan jalan lama yang melewati tebing.
Salah satu manfaat utamanya adalah menghindari risiko longsor langsung. Karena jembatan dibangun sedikit menjauh dari kaki lereng, pengguna jalan tidak lagi berada tepat di bawah lereng curam yang rawan longsor, terutama saat musim hujan.
Selain itu, jembatan tidak memotong atau menggali lereng gunung, sehingga tidak mengganggu kestabilan tanah atau memperbesar risiko longsor akibat aktivitas konstruksi.
Keuntungan lainnya adalah kemampuan jembatan untuk dirancang secara khusus menghadapi kondisi laut.
Dengan fondasi tiang pancang yang kokoh dan elevasi yang cukup tinggi, struktur jembatan dapat menahan terpaan ombak, pasang surut, bahkan badai laut.
Desain ini memberikan perlindungan jangka panjang dan menjamin kelancaran serta keselamatan transportasi, terutama di wilayah pesisir yang rentan terhadap bencana alam.
Namun demikian, pembangunan jembatan laut di kaki Gunung Geurutee juga menghadapi berbagai risiko dan tantangan teknis. Wilayah barat Aceh yang langsung menghadap Samudra Hindia rentan terhadap ombak besar dan arus kuat, terutama saat musim barat atau badai.
Selain itu, kondisi laut dalam di sekitar kaki gunung menuntut penggunaan tiang pancang panjang dan kuat, yang memerlukan biaya besar serta teknik konstruksi tingkat tinggi.
Kawasan ini juga terletak di zona megathrust yang aktif secara seismik, sehingga jembatan harus dirancang tahan gempa dengan sambungan ekspansi fleksibel dan struktur yang tidak mudah kolaps saat terjadi tsunami.
Tak kalah penting, lingkungan laut sangat korosif, menyebabkan risiko kerusakan material akibat karat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.