Kupi Beungoh

Belajar Dari Pengelolaan Zakat di Lembaga Zakat Dunia

Saat itulah sistem zakat mulai diatur secara rinci dimana mencakup jenis harta yang dizakati, nisab, haul, serta golongan penerima zakat siapa saja.

Editor: Agus Ramadhan
FOR SERAMBINEWS.COM
Aklima Mardiana, mahasiswa Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

Pakistan dan Sudan menunjukkan pentingnya keterlibatan pemerintah dalam penghimpunan.

Malaysia dan Arab Saudi menekankan pentingnya sistem yang profesional dan teknologi digital yang memudahkan serta meningkatkan akuntabilitas. 

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Mengapa negara dengan mayoritas Muslim terbesar ini belum berhasil memaksimalkan zakat sebagai kekuatan ekonomi umat Islam?

Mungkin kita perlu jujur bahwa sebagian masalah terletak pada aspek tata kelola seperti tidak adanya sanksi hukum yang kuat bagi muzaki yang tidak menunaikan zakat (berbeda dengan pajak).

Kita belum memiliki sistem yang benar - benar terintegrasi, data yang akurat atau sistem pelaporan yang transparan.

Belum lagi pendekatan lembaga zakat kita masih kerap bersifat administratif belum menyentuh wilayah teknologi, inovasi, dan kemitraan strategis yang lebih luas.

Kemudiaan Aceh sebagai satu - satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam secara formal, seharusnya menjadi pelopor dalam pengelolaan zakat.

Namun faktanya, masih banyak kendala yang dihadapi. Mulai dari regulasi qanun yang belum relevan (seperti penyebutan "budak" dalam kategori mustahik), minimnya sosialisasi, keterbatasan teknologi, hingga rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap Baitul Mal.

Indonesia dan Aceh punya potensi besar zakat sebagai alat pemberdayaan umat. Namun, pengelolaannya masih terkendala regulasi, tata kelola, dan partisipasi masyarakat. Aceh perlu perbaikan hukum dan sistem digital.

Penataan ulang pengelolaan zakat dengan regulasi jelas dan teknologi modern sangat penting agar zakat bisa berperan maksimal dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan.

Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, sejatinya memiliki modal sosial dan ekonomi yang sangat kuat untuk menjadikan zakat sebagai instrumen keuangan Islam yang strategis.

Namun dari pengelolaan zakat di Indonesia masih belum sepenuhnya mencerminkan potensi tersebut.

Ketidakefisienan operasional, rendahnya partisipasi masyarakat, serta lemahnya regulasi dan sistem tata kelola menjadi kendala utama yang terus berulang dari tahun ke tahun.

Padahal, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan berbagai Lembaga Amil Zakat (LAZ) telah menunjukkan komitmen besar melalui pengembangan Standar Tata Kelola Syariah (SGS).

Standar ini terdiri dari enam pilar utama dan puluhan sub-standar yang secara ideal dapat menjamin bahwa proses pengumpulan, pengelolaan, hingga distribusi zakat berjalan secara akuntabel, transparan, dan sesuai syariah.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved