KUPI BEUNGOH
Perlindungan Anak vs Pendidikan Moral: Saat Regulasi Menyimpang dari Amanat Konstitusi
Ayat ini menunjukkan bahwa tanggung jawab mendidik anak bukan sekadar urusan dunia, tetapi pertanggungjawaban akhirat.
Dalam konteks pendidikan, UU Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003) merupakan hukum khusus karena mengatur secara spesifik hak, kewajiban, dan wewenang pendidik dalam proses pembentukan akhlak.
Sementara UU Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014) bersifat umum.
Maka, setiap tindakan guru dalam rangka pendidikan moral harus dianalisis terlebih dahulu menggunakan UU Sisdiknas, bukan langsung dijerat dengan UU Perlindungan Anak.
Baca juga: Kisah Ibu Muda Tinggal dengan 6 Anak di Basement Toko, Bergantung Hidup dari Mengamen
Mengabaikan asas ini bukan hanya salah penerapan hukum (error in law), tetapi juga bentuk pelanggaran konstitusional dan pengingkaran terhadap fungsi pendidikan nasional.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 31/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa pendidikan karakter adalah mandat konstitusi.
Dengan demikian, kriminalisasi terhadap guru sama artinya dengan kriminalisasi terhadap amanat konstitusi dan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana termaktub dalam Pancasila.
Urgensi Imunitas Edukatif dan Otonomi Moral Lembaga Pendidikan
Untuk mengembalikan marwah pendidikan, negara wajib memberikan educational immunity, yaitu perlindungan hukum khusus bagi guru yang mendidik berdasarkan nilai agama, adat, dan kesepakatan orang tua.
Imunitas ini tidak untuk melegalkan kekerasan, tetapi sebagai mekanisme untuk membedakan antara:
Disiplin edukatif yang bersifat membangun, dan Kekerasan destruktif yang merusak kejiwaan anak.
Selain itu, asas territorial educational autonomy perlu ditegakkan, yakni pengakuan bahwa lembaga pendidikan memiliki hak otonom dalam menerapkan norma kedisiplinan berdasarkan karakteristik agama, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.
Penutup: Kembalikan Marwah Pendidikan, Selamatkan Moral Bangsa
Melindungi anak dari kekerasan adalah amanat konstitusi, tetapi melindungi marwah guru dari kriminalisasi pendidikan adalah syarat mutlak untuk menyelamatkan peradaban bangsa.
Dayah dan sekolah bukanlah ruang kekerasan, melainkan benteng terakhir penjaga iman, akhlak, dan peradaban manusia.
Tanpa guru yang dihormati, pendidikan kehilangan ruhnya; tanpa pendidikan moral, konstitusi kehilangan maknanya.
Baca juga: 10 Kali Perkosa Anak di Bawah Umur, Pria Setengah Abad asal Abdya Divonis 15 Tahun Penjara
Maka, mengembalikan marwah guru bukan sekadar agenda kebijakan nasional tetapi merupakan jalan menuju terwujudnya Indonesia Emas 2045 yang berdaulat secara ilmu, bermartabat dalam moral, dan diridai Allah SWT di akhirat kelak.
Sudah saatnya negara berdiri bersama guru, bukan mengadilinya. Saatnya regulasi kembali kepada amanat konstitusi dan nilai Ilahi, demi kejayaan bangsa di dunia dan keselamatan di akhirat.
*) PENULIS adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI
| Ketika Perpustakaan Kehilangan Suaranya di Tengah Bisingnya Dunia Digital |
|
|---|
| Dibalik Kerudung Hijaunya Hutan Aceh: Krisis Deforestasi Dan Seruan Aksi Bersama |
|
|---|
| MQK Internasional: Kontestasi Kitab, Reproduksi Ulama, dan Jalan Peradaban Nusantara |
|
|---|
| Beasiswa dan Perusak Generasi Aceh |
|
|---|
| Menghadirkan “Efek Purbaya” pada Penanganan Stunting di Aceh |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.