Kupi Beungoh
Mudik, Antara Rindu dan Kenangan Masa Lalu
Rindu itu energi. Mampu menggerakkan jiwa raga untuk berkorban apa saja. Maka tak heran, berbagai persiapan jauh-jauh hari sudah dilakukan
Dan yang paling ditunggu, kesempatan menikmati hidangan spesial hari mulia seperti timphan, kue bhoi, keukarah, seupet atau aneka peganan khas Aceh yang jarang ditemukan pada hari-hari biasa.
Bagi penulis mungkin juga sebagian lainnya, mudik memberikan makna berbeda.
Mudik seperti terapi psikologis untuk mengasah kearifan jiwa.
Bertemu dan berbagi cerita, yang tua menawarkan sejarah masa lalunya, yang muda menghadirkan harapan masa depannya.
Semua itu memperkaya cara kita agar lebih bijak menyikapi kehidupan yang penuh dinamika.
Berjalan menyusuri kampung, menikmati suasana pedesaan yang menenangkan batin dengan pola kehidupannya yang sederhana, mengajarkan kita nilai-nilai kesederhanaan.
Hidup bersahaja saja, tidak berlebihan, tidak banyak mengeluh.
Merasa cukup atas apa yang dimiliki.
Suatu konsep hidup yang mulai langka pada masyakarat urban dewasa ini dimana orang-orangnya senang berjibaku dengan beragam tuntutan yang membuat manusia tak ubahnya ibarat mesin.
Pada dimensi lain, mudik merupakan kesempatan menemukan jati diri.
Sejatinya, kita kecil berasal dari kampung, suatu tempat yang jauh dari kesan megah dengan ragam fasilitas yang memanjakan.
Melakukan apa yang biasa dikerjakan anak-anak kampung.
Bermain layangan di sawah, memancing di sungai, mengaji di surau, membantu orang tua bertani dan berternak.
Semua dilakukan dengan suka cita.
Bermain di alam adalah kebahagiaan yang tidak bisa dibeli. Keringat dan panas sebagai teman sehari-hari.
Tidak takut kotor, tidak takut hitam.
Itulah yang membuat kreativitas terasah tanpa batas.
Belum mengenal teknologi, tidak ada smartphone, game online atau media sosial yang melalaikan.
Tak ada gengsi apa lagi berlagak sok kota.
Pepatah menyatakan, “mengenal diri sendiri awal dari kearifan”.
Artinya, dengan mengenal identitas diri, akan menuntun seseorang senantiasa bersikap dan berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai kebaikan, bijaksana dan empati.
Jika sekarang berada di posisi “sukses”, begitu istilah orang kota, bukan alasan menyombongkan diri.
Mudik bukan ajang pamer pencapaian atau status sosial.
Karena mulanya, siapalah kita tanpa bantuan dan dukungan orang lain.
Baca juga: Mudik Lebaran? Ini Tuntunan Shalat Musafir, Lengkap Shalat Jamak hingga Qashar, Niat dan Tata Cara
Baca juga: Mustajab! Ini Bacaan Doa Mudik Lebaran, Amalkan Agar Selamat Sampai di Kampung Halaman
Ayo Mudik
Pemerintah telah mendukung keamanan dan kenyamanan mudik lebaran tahun ini dengan melengkapi berbagai sarana dan fasilitas.
Selain itu, disediakan pula mudik gratis oleh beberapa lembaga dan swasta ke berbagai daerah tujuan.
Jika ada kesempatan dan kemudahan, bersegeralah.
Pulanglah untuk mengobati rasa rindu.
Ketika balik nanti, akan ada banyak semangat baru, inspirasi baru sebagai bekal menghadapi tantangan hidup selanjutnya.
*) PENULIS adalah Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, Aceh Besar. Alamat: Jl. Mireuk Taman, Desa Seuleu, Darussalam. Kab. Aceh Besar. Email: nellianimnur@gmail.com
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Integritas dan Sistem Bercerai, Korupsi Berpesta |
![]() |
---|
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.