Kupi Beungoh

Mualem akan Ketemu Bobby di Medan?: Rencong Kiri-Kanan, Pulau jangan Hilang – Bagian 3

Ironi ini bukan main. Yang dahulu membuat Indonesia kalah di luar negeri, kini diterapkan oleh Indonesia sendiri di dalam negeri.

Editor: Zaenal
YouTube Serambinews
Sosiolog dan Guru Besar USK, Prof Ahmad Humam Hamid menilai, hanya Gerindra yang total mati-matian untuk Prabowo Subianto, sementara partai pengusung dan pendukung lainnya tak bekerja. 

Dan publik Aceh tahu pula, Mualem bukan orang sembarangan. 

Ia bukan politisi biasa. 

Ia adalah simbol perlawanan, penerus amanah sejarah. 

Tapi dalam sejarahnya, ia juga beberapa kali melakukan koreksi atas pernyataannya sendiri ketika ada tekanan yang tak mampu ia redam. 

Lentur ketika angin terlalu kencang, keras ketika angin tenang. 

Maka pertanyaan paling mendasar adalah: apakah ia akan tetap rencong kiri-kanan… atau justru jadi seperti si pedagang Medan itu tadi?

Jika Mualem keluar dari pertemuan di Medan dan menyatakan bahwa “Boby teman baik dan saudara kita, demi kepentingan bersama, Aceh ikhlas melepas empat pulau itu”, maka dunia tahu: bukan hanya pulau yang hilang, tapi wajah Aceh yang dicoreng. 

Rencong itu tak lagi sakral. 

Ia hanya simbol kosong yang dikalungkan dalam seremoni politik.

Tentu, Mualem masih punya pilihan. 

Ia bisa menolak halus secara diplomatis sambil senyum dan meyeruput teh di kediaman Boby. 

Ia bisa mengembalikan kepercayaan.

Ia bisa berkata tidak, bahkan jika itu berarti berdiri sendiri di tengah tekanan. 

Bahkan ia bisa berbalik arah, datang ke Prabowo, orang yang dia perjuangkan menang besar dua kali dalam Pilpres 2014 dan 2019.

Ia akan datang secara rahasia atau membawa tokoh-tokoh masyarakat Aceh, atas nama memastikan “konstruksi” perdamaian selama 20 tahun itu kokoh dan berlanjut.

Ia bersama Prabowo memastikan bahwa perdamaian Aceh tidak tercoreng dengan tinta hitam, akibat keputusan tak jelas pemerintahan Jokowi.

Mualem baru diingat sebagai pemimpin sejati jika ia setia kepada sukma dan  ingatan rakyatnya, bukan takut pada posisi kasak kusuk di peta kekuasaan.

Dan satu hal yang harus kita ingat baik-baik: jika empat pulau itu hilang begitu saja, bukan mustahil besok-besok daratan ikut digeser. 

Hari ini Singkil, besok barangkali Simeulue, Singkil Daratan, atau Aceh Tamiang. 

Baca juga: Bertemu Mualem, Bobby Tawar Kelola 4 Pulau Singkil Secara Kolaboratif, Haji Uma: Bukan itu Mau Kami

Jika pusat terus menguji kesabaran rakyat Aceh, maka jangan kaget jika akhirnya rakyat Aceh memilih caranya sendiri dalam “DNA diam” antar generasi.

Jangan katakan ini sekadar isu administratif. 

Ini bukan soal batas wilayah. 

Ini adalah test litmus: apakah Aceh masih dihormati sebagai entitas yang diatur secara khusus oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh, ataukah sudah kembali jadi provinsi biasa yang bisa dicubit, dipotong, dan dibentuk ulang sesuka oknum pemerintah pusat?

Jangan sampai nanti sejarah menertawakan Mualem dan rakyat Aceh: karena Aceh dan Mualem begitu sibuk menjaga simbol dan seremoni, hingga tak sadar wilayahnya hilang satu demi satu. 

Jangan sampai Mualem, atau bahkan Aceh hari ini, menjadi si pedagang itu --membawa rencong kiri-kanan, tapi ketika pulau hilang, Aceh hanya bisa menyumpahi diri sendiri.(Bersambung)

Baca juga: VIDEO Ratusan Warga Aceh Singkil Duduki Empat Pulau Sengketa, Tolak Keputusan Pemindahan ke Sumut

*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved